Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pegang Kemudi ASEAN, Indonesia: Diplomasi 'Toa' Enggak Berlaku buat Myanmar

        Pegang Kemudi ASEAN, Indonesia: Diplomasi 'Toa' Enggak Berlaku buat Myanmar Kredit Foto: Alfida Rizky Febrianna
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Indonesia pada Senin (30/1/2023) mengatakan bahwa "tidak mungkin" untuk menyelesaikan krisis di Myanmar selama masa jabatan Jakarta sebagai ketua ASEAN.

        Pemerintah Indonesia akan mendesak penguasa militer Myanmar untuk mengambil langkah-langkah yang memungkinkan blok Asia Tenggara memfasilitasi dialog nasional untuk mengakhiri kekerasan setelah kudeta militer.

        Baca Juga: Indonesia Pimpin Negara ASEAN Ciptakan Solusi Positif bagi Dunia

        “Kita tahu sejarah Myanmar, kompleksitas yang dihadapi Myanmar, jadi tidak mungkin mengharapkan semuanya selesai tahun ini,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kepada anggota DPR pada rapat dengar pendapat tentang rencana dan prioritas selama keketuaan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara 2023 di Jakarta.

        Ulang tahun kedua kudeta jatuh pada Rabu (1/2/2023), dua hari sebelum Retno menjadi tuan rumah retret menteri luar negeri dari negara-negara ASEAN di markas blok tersebut di Jakarta pada 3-4 Februari, yang merupakan pertemuan pertama dalam kalender blok tersebut di bawah kepemimpinan Indonesia.

        Negara ini adalah salah satu anggota pendiri blok regional berusia 55 tahun, yang beroperasi berdasarkan prinsip inti konsensus.

        Retno mengatakan ASEAN dapat memfasilitasi dialog nasional yang inklusif, tetapi itu membutuhkan situasi yang kondusif. Dan situasi seperti itu, kata dia, hanya bisa tercipta jika kekerasan diakhiri dan masyarakat bisa mendapatkan bantuan kemanusiaan.

        “Setiap pihak membutuhkan ruang untuk bergerak, berpikir dan bertindak. Untuk itu, Indonesia tidak akan menggunakan 'megafon diplomatik' dalam melakukan perikatan, apalagi di awal kepemimpinan,” tambahnya, seperti dilansir Radio Free Asia.

        Indonesia akan bekerja sesuai dengan konsensus lima poin ASEAN, yang disepakati para anggotanya pada April 2021 untuk membawa Myanmar kembali ke jalur perdamaian, kata Retno. Dia menambahkan bahwa Indonesia mendorong pendekatan inklusif untuk menyelesaikan konflik di Myanmar melalui dialog.

        Meski begitu, Indonesia akan memiliki banyak kontribusi, kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada hari Minggu (29/1/2023) ketika dia secara resmi memulai kepemimpinan Indonesia di ASEAN.

        “Saya yakin ASEAN tetap penting bagi masyarakat, kawasan, dan dunia,” kata Jokowi.

        Dia mencatat, Indonesia mengambil alih sebagai ketua ASEAN di tengah situasi global yang sulit, dengan krisis ekonomi, energi, dan pangan, akibat perang di Ukraina.

        “ASEAN akan terus berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas di Indo-Pasifik. ASEAN akan terus menjaga pertumbuhan ekonomi,” kata Jokowi.

        Pernyataan terbaru Retno menandai keberangkatan dari sikap Indonesia sebelumnya, di mana Jakarta mengkritik junta Burma karena tidak melaksanakan konsensus lima poin.

        Konsensus menyerukan diakhirinya kekerasan, penyediaan bantuan kemanusiaan, penunjukan utusan khusus ASEAN, dialog antara semua pemangku kepentingan dan mediasi oleh utusan tersebut.

        Militer Myanmar, yang menggulingkan pemerintah terpilih pada 1 Februari 2021, mengingkari konsensus yang telah “disetujui” pada April tahun itu. Perjanjian itu dimaksudkan sebagai peta jalan untuk memulihkan perdamaian dan demokrasi di Myanmar.

        Sejak kudeta, junta Burma telah melakukan kampanye penyiksaan yang meluas, penangkapan sewenang-wenang dan serangan yang menargetkan warga sipil, kata PBB dan kelompok hak asasi manusia.

        Hampir 3.000 orang telah terbunuh dan lebih dari 17.000 telah ditangkap dalam hampir dua tahun sejak itu, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik yang berbasis di Thailand.

        Banyak pengamat dan analis regional, serta menteri luar negeri Malaysia sebelumnya, mengatakan sudah waktunya untuk membuang konsensus dan menyusun rencana baru pada tenggat waktu yang mencakup mekanisme penegakan hukum.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: