Tak Ada Data Valid Pengajian Sebab Stunting, NHW Soroti Framing Megawati: Jangan Cari Kambing Hitam!
Kredit Foto: MPR
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW), mendukung sikap BKMT (Badan Kontak Majlis Taklim) se-Indonesia, PP Muslimat NU, dan Majelis Tabligh PP Muhammadiyah yang mengkritisi pernyataan Megawati Soekarnoputri yang mengaitkan Ibu-Ibu ke pengajian dengan tingginya stunting di Indonesia.
Dia mengaku banyak menerima aspirasi Ibu-Ibu pengajian di berbagai majelis taklim yang menolak framing Megawati tersebut. Dia menilai, beberapa ormas Islam yang turut menolak pernyataan Megawati itu juga menyebut bahwa Ibu-Ibu pengajian mengetahui persis bahwa kegiatan itu merupakan kegiatan bermanfaat bagi Ibu dan anak-anak mereka.
Dia menilai, pengajian ibu-ibu tidak hanya memahami ilmu agama, tapi juga mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang mengajarkan pentingnya kesehatan rohani juga kesehatan jasmani termasuk menjaga diri dan kesehatan anak. Ajaran Islam, kata dia, dengan kebersihan dan kesehatan sebagai disebut bagian dari iman
"Pentingnya keluarga sakinah mawaddah wa rahmah yang pasti memerlukan hadirnya kesehatan keluarga termasuk anak-anak, hingga ayat dan hadits soal perhatian terhadap kemaslahatan diri, keluarga, dan masyarakat. Itu semua menjadi ajaran di pengajian yang bisa jadi inspirasi dan motivasi bagi para Ibu-Ibu untuk memperhatikan rumah tangga mereka, termasuk kesehatan anak-anak agar tidak terkena stunting," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Warta Ekonomi, Rabu (22/2/2023).
Dia menekankan bahwa selama ini juga tidak ada data resmi maupun survei valid yang terpublikasi bahwa anak-anak menjadi stunting karena ditinggal ibu aktif ke pengajian. Apalagi, tambah HNW, pengajian yang diikuti Ibu-Ibu itu bersifat fleksibel yang diperkenankan membawa anak-anak. Di sisi lain, jadwal pengajian juga tidak setiap hari dengan waktu yang berkepanjangan sehingga menelantarkan anak-anak sampai menjadi stunting.
Pengajian yang diikuti Ibu-Ibu, kata HNW, ada yang mingguan, bahkan ada yang bulanan dengan waktu yang tidak lama. Dia menuturkan, dalam pengajian, ada tawaqqufan, di mana pengajian kaum Ibu diliburkan selama dua setengah bulan dari awal Sya’ban hingga pertengahan bulan Syawal sehingga makin tidak relevan mengaitkan aktifnya Ibu-Ibu ke pengajian dengan stunting.
Dia menilai, mayoritas Ibu-Ibu Pengajian akar rumput semuanya menyampaikan penolakan atas pelabelan negatif yang disematkan Megawati. Penolakan framing atas Ibu-Ibu secara terbuka juga disampaikan oleh ormas-ormas Nasional yang mengelola pengajian dan kaum Ibu seperti Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) hingga PP Muslimat NU, bahkan juga Majelis Tabligh PP Muhammadiyah.
"Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila Ibu Megawati menarik pernyataannya itu, dan berlaku bijak dengan mengapresiasi kaum Ibu yang suka ke pengajian dan tetap memperhatikan kesehatan anak, serta mengajak Ibu-Ibu Pengajian untuk membantu Pemerintah menyehatkan masyarakat mengatasi masalah stunting pada anak-anak," tegasnya.
Apalagi, PP Aisyiyah, katanya, salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia yang mengurusi perempuan, malah sudah menjadikan pencegahan stunting sebagai hal yang sejak awal sangat dipedulikan, dipentingkan, dan diprogramkan. Sementara, ormas-ormas Islam yang mengurusi pengajian kaum Ibu seperti BKMT dll. juga mempunyai jaringan yang sangat luas di seluruh Indonesia.
Dia juga mengingatkan, aktivitas Ibu-Ibu ke pengajian seperti diterangkan di atas, tidak layak dituding sebagai penyebab stunting. Pasalnya, umum diketahui bahwa stunting terjadi utamanya karena kemiskinan, dan sesuai ketentuan Konstitusi soal mengatasi masalah kemiskinan yang antara lain mengakibatkan terjadinya stunting adalah merupakan kewajiban Pemerintah bukan kewajiban ibu-ibu di pengajian.
Sekalipun pekerjaan rumah Pemerintah itu berangsur bisa dilaksanakan, hingga tahun ini persentase stunting belum juga turun di bawah angka standar WHO. Pada tahun 2021, prevalensi stunting anak di Indonesia sebesar 24,4%, lalu menjadi 21,6% di tahun 2022. Adapun standar yang ditoleransi oleh WHO adalah 20%.
"Disebabkan terjadinya stunting adalah karena anak-anak kurang gizi, di mana akar utamanya disebabkan kemiskinan. Sesuai amanat Konstitusi, mengatasi masalah kemiskinan itu merupakan kewajiban negara, maka mestinya Pemerintah yang dikritisi dan didorong untuk segera mengatasi, bukan malah cari kambing hitam, dengan menjatuhkan framing pada Ibu-Ibu yang aktif ke pengajian, yang sejatinya justru bisa diajak untuk membantu Pemerintah atasi masalah stunting pada anak-anak," ujarnya.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini menjelaskan, dirinya tentu mengapresiasi kinerja Pemerintah yang telah berusaha menurunkan prevalensi stunting dari tahun ke tahun. Namun, angkanya yang masih cukup tinggi tentu membutuhkan kolaborasi berbagai pihak untuk menghadirkan solusi.
Oleh karena itu, dirinya mengingatkan agar Ibu-Ibu yang aktif ke pengajian tidak disalahpahami dengan framing terkait stunting, malah lebih bijak kalau potensi besar kaum ibu aktif di pengajian itu diajak untuk bekerja sama membantu pemerintah agar dapat menurunkan angka dan kasus stunting, misalnya dengan sosialisasi dan kegiatan serta penyampaian muatan-muatan materi kesehatan keluarga dan kebutuhan gizi anak agar stunting bisa diatasi.
"Karena salah satu pilar dari 5 pilar pencegahan stunting yang ditetapkan Pemerintah adalah kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku. Kegiatan majelis taklim yang masif di kalangan Ibu-Ibu justru memiliki potensi besar untuk diajak menyukseskan sosialisasi atasi stunting dengan pilar tersebut," sambungnya.
Apalagi, target penurunan stunting hingga tahun 2024 adalah 14%, yang artinya butuh penurunan angka prevalensi stunting sekitar 3,8% poin pada tahun 2023 dan 2024. Itu target yang tak kecil.
"Mestinya Pemerintah dan pimpinan negara dan tokoh Nasional seperti Bu Megawati, mengajak seluruh pihak termasuk Majelis Taklim dan Ibu-Ibu pengajian untuk berkolaborasi dan berpartisipasi untuk atasi masalah stunting. Itu tentu lebih rasional dan lebih produktif, ketimbang malah melontarkan pernyataan yang menjadi framing negatif yang bisa membuat para agen pencegah stunting termasuk kaum Ibu yang suka mengaji, menjadi tidak simpati atau bahkan antipati," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Puri Mei Setyaningrum