Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Menteri Perempuan Qatar Geram Lihat Aksi Brutal Israel di Stadion Palestina: Kalau di Negara Lain Jadi Headline!

        Menteri Perempuan Qatar Geram Lihat Aksi Brutal Israel di Stadion Palestina: Kalau di Negara Lain Jadi Headline! Kredit Foto: Reuters/Ronen Zvulun
        Warta Ekonomi, Doha -

        Wakil Menteri Luar Negeri Qatar Lolwah Al-Khater menyoroti minimnya liputan media arus utama terkait serangan pasukan Israel ke Stadion Faisal Al-Husseini saat menggelar laga Final Piala Liga Palestina antara klub Jabal Al-Mukaber dan Balata YC pada Kamis (30/3/2023) lalu.

        Pasukan Israel, tanpa adanya provokasi, menembakkan gas air mata yang menyebabkan puluhan orang terkulai lemas. 

        Baca Juga: Indonesia Gagal Gelar Piala Dunia U-20 Bukan karena Israel, Dugaan Kuat Ini Mencuat!

        "Pasukan pendudukan Israel menyerang final sepak bola Palestina. Seandainya ini dilakukan oleh negara lain manapun, hal tersebut akan menjadi tajuk utama. Namun ini adalah keistimewaan Israel, di mana ia bertindak dan diperlakukan sebagai negara di atas hukum internasional,” kata Lolwah Al-Khater lewat akun Twitter pribadinya, Sabtu (1/4/2023), dikutip kantor berita Palestina, Wafa.

        Dalam cicitannya, Lolwah pun mengunggah cuplikan video ketika pasukan Israel menggeruduk Stadion Faisal Al-Husseini, kemudian menembakkan gas air mata. Serangan tersebut berlangsung saat jeda babak pertama.

        Puluhan suporter terkulai lemas dan tak berdaya akibat menghirup atau terpapar gas air mata. Namun tak ada korban jiwa dalam kejadian itu. 

        Serangan kejam tersebut terjadi pada final Piala Abu Ammar yang mempertemukan dua tim Jabal Al-Mukaber versus Balata FC pada Kamis (30/3/2023). Sekitar pukul 10 malam waktu setempat, dua kendaraan lapis baja Israel tiba di kompleks stadion. Tentara keluar dari kendaraan dan mulai menembakkan gas air mata secara keji dari balik tembok yang mengakibatkan banyaknya orang luka-luka.

        Laga pun ditunda karena korban yang berjatuhan berasal dari para pemain serta penggemar. Tim medis dan berbagai pihak langsung melakukan pertolongan kepada korban luka-luka termasuk wanita dan anak-anak. Pelaksanaan babak kedua ditunda sekitar 30 menit akibat adanya serangan pasukan Israel. Laga akhirnya berakhir dengan skor 1-0 untuk kemenangan Jabal Al-Mukaber. 

        Asosiasi Sepak Bola Palestina (PFA) mengecam keras aksi penyerangan pasukan Israel ke Stadion Faisal Al-Husseini.

        “Ini adalah serangan yang sama sekali tidak beralasan, dan pasukan Israel tidak ditugaskan untuk menjaga ketertiban di dalam, atau di sekitar stadion. Secara kebetulan, hanya tiga orang yang terluka. Seandainya stadion hampir penuh, ini bisa mengakibatkan kematian puluhan suporter,” kata PFA. 

        PFA telah mengadukan aksi penyerangan pasukan Israel kepada FIFA selaku induk federasi sepak bola internasional.

        “Para pemain, penggemar, dan administrator sama-sama ingin tahu apa yang akan dilakukan FIFA dalam menanggapi tidak hanya serangan ini, tetapi sehubungan dengan pembunuhan penyerang top Thaqafi Tulkarem, Ahmad Daraghmeh, pada bulan Desember (2022),” kata PFA.

        Aksi penembakan gas air mata oleh pasukan Israel di Stadion Faisal Al-Husseini terjadi sehari setelah FIFA mengumumkan pencabutan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. 

        Keputusan itu diambil FIFA saat terjadi polemik dan penolakan di Indonesia terkait bakal hadirnya timnas Israel dalam ajang tersebut. Dalam pengumumannya, FIFA tak menjelaskan secara eksplisit tentang alasan pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. 

        Baca Juga: Ketua PSSI: Ya FIFA Melihat ini sebuah Intervensi

        Dewan Tinggi Pemuda dan Olahraga Palestina secara terbuka melayangkan kecaman atas keputusan FIFA itu. Menurut pihak Palestina, hal itu tak perlu terjadi jika FIFA lebih adil dan tak menerapkan standar ganda.

        "Indonesia tidak akan berada dalam situasi ini seandainya FIFA menegakkan peraturannya dalam kasus Israel seperti yang terjadi di Rusia. Kami menyesal bahwa hal ini menyebabkan Indonesia dicabut haknya dari menjadi tuan rumah," tulis Dewan Tinggi Pemuda dan Olahraga Palestina dalam pernyataan pers yang dikutip Wafa, Kamis (30/3/2023).

        Dewan kemudian mengingatkan bahwa Indonesia tak akan sendirian dalam menentang apartheid yang dijalankan Israel.

        “Yakinlah bahwa banyak negara yang akan segera mengikuti jejak Indonesia. Apartheid harus dilawan,” bunyi pernyataan itu.

        Meskipun mereka meyakini bahwa olahraga dan politik perlu dipisahkan, menurut Dewan sulit untuk menutup mata terhadap tuntutan nasional di Indonesia terkait jadwal kehadiran Timnas Israel. Artinya, FIFA telah bersikap layaknya diktator dan mengabaikan demokrasi dalam polemik ini.

        Dewan menekankan bahwa FIFA telah menerapkan standar ganda dalam menanggapi skenario serupa ketika dilakukan oleh aktor yang berbeda. FIFA dinilai menutup mata saat orang-orang Palestina menderita kematian dan kehancuran di tangan penjajah yang kini diawaki pemerintah sayap kanan paling ekstremis, rasis, dalam sejarah modern Israel.

        "Sementara mengambil keputusan sepersekian detik untuk melarang Rusia dari kompetisi internasional atas invasi ke Ukraina, baik IOC (Komite Olimpiade Internasional) dan FIFA telah menahan diri selama beberapa dekade untuk mengambil tindakan sekecil apapun terhadap Israel karena pendudukan ilegal Palestina. Menutup mata atas pelanggaran berkelanjutan terhadap hak asasi manusia, rasisme, segregasi, dan penghancuran sistematis infrastruktur Palestina," kata pernyataan itu.

        "Sebaliknya, FIFA memutuskan untuk menghukum mereka yang mendukung para korban, daripada menghukum para pelaku." Pernyataan itu mendesak FIFA untuk menggunakan standar yang sama dalam urusan sepak bola internasional.

        Padahal, pada 1 Maret 2022, FIFA bersama UEFA bisa memblokir kesertaan Rusia dari berbagai helatan sepak bola internasional menyusul agresi negara itu ke Ukraina.

        Pada 1976, FIFA juga mendepak Afrika Selatan dari keanggotaan di badan itu terkait kebijakan apartheid yang dilakukan Afrika Selatan. Hal serupa tak dilakukan ke Israel yang juga disebut sebagai negara apartheid oleh Amnesty International serta pelapor spesial di Dewan HAM PBB.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: