Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sudah Ada Jokowi yang Jadi King Maker, PDIP Dinilai Sulit Gabung dengan Koalisi Besar: Terbentur Kepentingan Megawati

        Sudah Ada Jokowi yang Jadi King Maker, PDIP Dinilai Sulit Gabung dengan Koalisi Besar: Terbentur Kepentingan Megawati Kredit Foto: Suara.com
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin, menyoroti wacana pembentukan koalisi besar di kubu Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama lima ketua umum partai politik, namun tanpa melibatkan PDIP.

        Menurut Ujang, hal ini dinilai bagus. Pasalnya, jika PDIP masuk ke dalam koalisi besar, maka Pilpres 2024 diprediksi menjadi tidak menarik.

        Baca Juga: Kubu Jokowi Bikin Koalisi Besar, Relawan Perubahan Yakin Ini Gara-gara Anies Baswedan: Bisa Diartikan...

        "Kalau PDIP bergabung enggak menarik kan cuma ada dua pasang. Koalisi besar plus PDIP dengan Koalisi Perubahan," kata Ujang dalam keterangannya pada Selasa (4/4/2023).

        Jika PDIP bergabung dengan Koalisi Besar maka sudah dapat diprediksi capres-cawapres yang akan bertarung nantinya hanya dua pasang calon presiden dan calon wakil presiden.

        Pilpres dengan dua pasang capres dan cawapres untuk dipilih masyarakat sudah pernah terjadi pada pemilu sebelumnya. Hal itu mengakibatkan keterbelahan dukungan yang berkepanjangan. Meski pilpres sudah selesai, tapi banyak pihak tak menerima hasil yang diputuskan sehingga menyebabkan pemerintah mendapatkan reaksi dan ‘serangan’ dari berbagai pihak.

        Untuk menghindari hal tersebut, dia mendorong PDIP membuat poros sendiri, atau bahkan mencalonkan capres dan cawapres sendiri. Sebab, hanya PDIP yang memiliki golden tiket memenuhi aturan 20 persen presidential threshold.

        Baca Juga: Tak Mau Bernasib seperti SBY, Manuver Jokowi Sengaja Bentuk Koalisi Besar untuk Muluskan Pencapresan Ganjar?

        "Mestinya pasangan capres dan cawapres harus banyak agar rakyat punya pilihan. Agar tidak terjadi polarisasai seperti Pilpres 2019," kata dia lagi.

        Konfigurasi capres dan cawapres akan berjalan rumit apabila PDIP masuk. Dia meyakini saat ini koalisi besar sudah satu paham dengan Jokowi untuk mengusung Prabowo Subianto sebagai capres.

        Di sisi lain, PDIP hingga kini masih tetap ngotot ingin mengusung capres dari kadernya sendiri. Hal ini yang dilihat Ujang menjadi kecil peluang PDIP untuk bergabung dengan koalisi besar.

        "Saya melihatnya capresnya Prabowo. Karena kita lihat dari tiga besar ada nama Prabowo, Ganjar dan Anies. Kalau Anies sudah didukung Koalisi Perubahan," kata Ujang.

        Baca Juga: Jokowi Dituding Jadi King Maker Pembentukan Koalisi Besar Pengusung Prabowo, PDIP Tidak Percaya

        Sementara Ganjar Pranowo, tampaknya telah dieleminiasi dukungannya dari Jokowi. Sebab, secara terang-terangan menolak Israel untuk bertanding di Piala Dunia U-20. 

        "Maka yang 3 besar itu elektabilitasnya tinggi hanya Prabowo yang ada di koalisi besar," tutur Ujang.

        Bawa kepentingan masing-masing

        Ujang menilai PDIP sulit bersatu dengan kepentingan koalisi besar, yakni KIB dan KIR. Koalisi Besar sudah punya Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai King Maker. Sementara jika PDIP bergabung, maka akan ada dua kepentingan bersama Megawati Soekarnoputri.

        "Saya melihatnya sulit kalau PDIP bergabung dengan koalisi besar, karena sudah ada Jokowi sebagai King Maker. Sedangkan jika PDIP masuk ada Megawati," ujar Ujang.

        Baca Juga: Kubu Jokowi Bikin Koalisi Besar, Relawan Perubahan Yakin Ini Gara-gara Anies Baswedan: Bisa Diartikan...

        Kepentingan Jokowi dan Megawati dalam Pilpres 2024 belum tentu sama. Hal ini nantinya menentukan arah koalisi PDIP yang menentukan arah koalisi parpol besutan Megawati Soekarnoputri tersebut.

        "Kita lihat saja ke depan apakah kepentingan Jokowi dan Megawati sama. Kalau sama bisa gabung kalau beda akan jalan masing-masing. Koalisi besar di bawah komando Jokowi, PDIP di bawah komando Megawati," tutur Ujang.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: