Penggunaan biomassa dinilai dapat menjadi salah satu langkah strategis dalam agenda transisi energi, baik di dunia maupun di Indonesia.
Direktur Advance Energy Sistem USAID Hanny J Berchmans mengatakan, hal tersebut dapat berguna jika dilakukan dengan tata kelola yang baik. Penggunaan biomassa khususnya untuk kelistrikan mampu meningkatkan ketahanan energi.
Menurutnya, dalam agenda transisi energi, penggunaan bahan baku energi yang ramah lingkungan dan berasal dari sumber domestik menjadi salah satu langkah yang efektif.
Baca Juga: Migas Dibutuhkan dalam Proses Transisi untuk Hindari Krisis Energi
"Pengembangan biomassa di Indonesia perlu diakselerasi. Terutama dalam aspek teknologi. Indonesia dikaruniai sumber biomassa yang melimpah dan bisa menjadi kekuatan dalam menjaga ketahanan energi," ujar Hanny dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (24/7/2023).
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Edi Wibowo menjelaskan pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi menjadi salah satu prioritas pemerintah saat ini.
Edi menyebut dalam agenda transisi energi yang dicanangkan pemerintah, biomassa menjadi salah satu energi alternatif yang mudah dikembangkan.
"Potensi biomassa di Indonesia ini melimpah dan bila dikonversi menjadi sumber energi listrik bisa mencapai 57 gigawatt (GW). Total potensi biomassa yang bersumber dari hutan energi bisa mencapai 991 ribu ton," ujar Edi.
Edi menekankan saat ini pemerintah mengupayakan rantai pasok biomassa, sehingga selain bisa menjadi energi subtitusi yang bisa menekan emisi karbon, juga bisa menjadi cara untuk mencapai target bauran energi 23% di tahun 2030 mendatang.
"Keberhasilan pemanfaatan biomassa tersebut berharap dapat direplikasi di berbagai lokasi atau proyek lain, sehingga semakin meningkatkan konstribusi dalam bauran energi nasional," ujarnya.
Sementara itu, Senior Spesialis Pengembangan Bisnis Biomassa PLN EPI Tarsis Tinggi mengatakan pada tahun 2023 ini kebutuhan biomassa mencapai 1,08 juta ton.
Saat ini implementasi biomassa lewat teknologi co-firing di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mencapai 42 PLTU dengan potensi pengurangan emisi mencapai 0,86 juta ton CO2.
"Strategi pemenuhan volume pasokan biomassa dengan mengoptimalkan sumber daya setempat dan keterlibatan masyarakat. Hal ini juga sejalan dengan amanat Dirut PLN untuk mengedepankan ekonomi kerakyatan, sehingga program co-firing ini juga mampu mendorong perekonomian rakyat," ujar Tarsis.
Tarsis menyebut, hingga tahun 2025 mendatang, PLN membutuhkan pasokan biomassa hingga 10,2 juta ton untuk memenuhi kebutuhan 52 PLTU yang ada. Produksi energi bersih yang bisa dihasilkan mencapai 12,71 TWh dan mengurangi emisi karbon hingga 11,58 juta ton.
Untuk memastikan pasokan biomassa, PLN EPI mengembangkan hutan energi. PLN EPI juga mengembangkan BBJP atau bahan bakar jumputan yang berasal dari pengolahan sampah kota.
Menurutnya, saat ini sudah ada beberapa pemerintah kota maupun daerah yang bekerja sama dengan PLN EPI dalam pengembangan BBJP Plant ini.
"Penanganan sampah secara fundamental dan berkesinambungan dengan metode Waste Management Circular Economy, akan berdampak pada beragam produk olahan sampah yang bernilai ekonomis. Hal ini juga mampu mengurangi beban anggaran pemerintah dalam pengelolaan sampah," ucapnya.
Baca Juga: SKK Migas Beberkan Tantangan Investasi Hulu Migas dalam Masa Transisi Energi
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: