Ketua PWI Jaya Sayid Iskandarsyah mengatakan regulasi kemasan pangan tidak bisa dilakukan terhadap satu produk tertentu saja tapi harus dilakukan secara menyeluruh.
Selain itu standar kesehatan yang ada di Indonesia juga harus diterapkan tanpa tebang pilih apabila menyangkut pada perlindungan konsumen.
Dia mengungkapkan bahwa tentu kebijakan yang akan dikeluarkan nantinya bakal memicu pro dan kontra di tengah masyarakat.
Regulasi yang tidak tebang pilih harus mengedepankan kepentingan masyarakat dan bukan golongan atau pengusaha tertentu.
Hal itu menanggapi rencana Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan kebijakan pelabelan BPA pada kemasan galon.
Menurut Sayid, pelabelan bebas BPA tidak boleh tebang pilih. Menurutnya, kemasan lain yang mengandung BPA juga harus mendapat label dari BPOM apabila akan dibentuk regulasinya.
"Betul. Jadi memang sebaiknya kalau saya menghimbau bahwa seluruh kemasan, baik itu kemasan plastik, kaleng ataupun apapun yang mengandung unsur BPA itu sebaiknya memang dilabelkan oleh BPOM," kata Jaya Sayid di Jakarta, Jumat (11/8).
Disaat yang bersamaan, mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada informasi yang menyebutkan ada kandungan BPA dalam kemasan pangan yang melebihi ambang batas aman.
Artinya, kemasan pangan yang ada saat ini masih aman untuk digunakan masyarakat.
"Aman lah. Tapi bahwa kalau memang ambang penggunaan BPA itu menurut para pakar aman, amannya seberapa parameternya? Ukurannya bagaimana?," katanya.
Peneliti Bisnis dan HAM Pusat Studi Hak Asasi Manusia UII, Sahid Hadi juga meminta rencana beleid itu tidak tebang pilih dalam menyediakan kepastian layanan kesehatan terhadap masyarakat. Menurutnya, kebijakan itu jangan sampai malah menimbulkan persaingan bisnis yang tidak sehat.
Dia mengatakan, BPOM sebagai kepanjangan tangan pemerintah memiliki kewajiban untuk memastikan apapun produk pangan yang beredar di pasar.
Ia menegaskan, artinya BPOM harus melakukan penelitian keamanan terhadap seluruh kemasan pangan dan bukan hanya fokus pada BPA saja.
Dia melanjutkan, kebijakan yang parsial hanya akan merugikan masyarakat sebagai konsumen dan melanggar hak mereka atas kesehatan secara keseluruhan.
Dia mengatakan, masyarakat hanya akan mendapatkan segelintir hak kesehatan saja dari pemerintah apabila yang diwajibkan oleh BPOM ke pelaku usaha itu hanya zat BPA.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra memastikan bahwa penggunaan galon guna ulang sebagai kemasan pangan aman dan tidak menyebabkan gangguan kesehatan apapun bagi manusia. Sehingga, sambung dia, tidak perlu ada pelabelan BPA dalam kemasan pangan apapun.
"Semua sudah aman karena sudah memenuhi standar nasional, sudah mendapatkan izin edar dari BPOM," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: