Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dorong NZE, Ini yang Dilakukan Pertamina

        Dorong NZE, Ini yang Dilakukan Pertamina Kredit Foto: Pertamina
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        PT Pertamina (Persero) memastikan telah melaksanakan beberapa program yang hasilnya telah terlihat nyata untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060.

        Senior Vice President Research and Technology Innovation Pertamina Oki Muraza mengatakan, perseroan mengubah trilema energi yaitu keamanan, keberlanjutan, dan keterjangkauan energi menjadi peluang. 

        Dimana, strategi ini akan menjawab kebutuhan energi yang terus meningkat 3,6 hingga 4,2 persen per tahun. 

        Oki menekankan, Pertamina aktif mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT) contohnya bioenergi dan geothermal. Inovasi dan program transisi energi tersebut membawa Pertamina berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca 31 persen sejak tahun 2010 hingga 2022. Upaya ini berdampak positif pada performa yang membanggakan di pemeringkatan aspek ESG atau Environment, Social, and Governance (ESG).

        Baca Juga: Pertamina Tegaskan Komitmen Dukung Tercapainya NZE di 2060

        "Di tahun 2022 peringkat ESG Pertamina naik menjadi 22,1. Pertamina menempati posisi ke-2 untuk kategori industri minyak dan gas terintegrasi. Peringkatnya naik signifikan dari tahun 2021, ini capaian yang sangat membanggakan," ujar Oki dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (4/12/2023). 

        Oki mengatakan, untuk mendorong keberlanjutan energi, Pertamina melakukan sejumlah strategi, di antaranya pengurangan dan pemanfaatan gas suar, penangkapan metana, dan efisiensi energi. 

        Pertamina mengurangi emisi dari pemanfaatan gas buang sebesar 5,3 juta metrik ton CO2 ekuivalen (MMtCO2e). Perseroan juga mencatat pengurangan emisi dari efisiensi energi sebesar 1,4 MMtCO2e, bahan bakar gas 0,04 MMtCO2e, dan beragam aktivitas lainnya 1,2 MMtCO2e.

        Tak hanya itu, Pertamina juga mengembangkan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) serta Carbon Capture, Utilisation, and Storage (CCUS).

        Oki menjelaskan, Pertamina telah berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengembangkan sembilan lokasi penangkapan karbon di Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi.

        Selain itu, Pertamina tengah mengembangkan kilang hijau atau green refinery. Oki mengatakan, ada dua fase pengembangan green refinery di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Fase pertama telah diselesaikan pada Februari 2022 dengan kapasitas produksi hidrogen sebesar 3 kilo barel per hari (KBPD). 

        "Ini adalah upaya kami dalam mengurangi emisi melalui bahan bakar rendah emisi,” ucapnya. 

        Baca Juga: Pertamina Pastikan Produknya Miliki TKDN Tinggi

        Teknologi ini menggunakan bahan baku berupa minyak sawit yang dimurnikan, diputihkan, dan dihilangkan baunya atau refined bleached deodorized palm oil (RBDPO). 

        Kini, fase kedua tengah dijalankan dengan target kapasitas 6 KBPD. Tidak hanya itu, Pertamina pun memiliki teknologi petrokimia.

        Pada sektor transportasi, Pertamina mendorong dekarbonisasi melalui pengembangan biofuel. Pada sektor yang berkontribusi 20 persen pada total emisi. Hal ini mendorong Pertamina mengembangkan biodiesel dengan target produksi 13 juta ton per tahun.

        Pertamina juga mengembangkan bioetanol di Surabaya (Jawa Timur), serta DKI Jakarta dengan memanfaatkan sorgum. 

        “Selanjutnya, kami akan mengembangkannya dari bakau yang glukosanya diambil dari jenis bakau nipah,” ujadnya. 

        Untuk mendorong EBT, Pertamina mengembangkan geothermal di enam wilayah. Lokasinya tersebar di beberapa wilayah di Sumatra, Jawa, dan Sulawesi. 

        Yahun 2023, kapasitas operasional produksi geothermal ini mencapai 672,5 megawatt (MW). Pertamina Geothermal Energy (PGE) berencana menambah kapasitas tersebut menjadi 340 MW dalam dua tahun ke depan.

        Terakhir, Pertamina mengembangkan hidrogen di lima klaster. Klaster ini tersebar di Batam (Riau), kawasan selatan Pulau Sumatra, Kota Cilegon (Banten), Sulawesi Utara, dan area sepanjang Sumatra-Jawa. Kelimanya diproyeksikan memiliki potensi hidrogen sebesar 1,8 juta ton per tahun (Mtpa). 

        Untuk memuluskan strategi transisi energi dan pengurangan emisi, Oki menekankan pentingnya kolaborasi, pengembangan teknologi dan dukungan regulasi. “Pengembangannya membutuhkan kolaborasi dengan mitra strategis serta insentif dari pemerintah. Hal ini untuk mendorong transfer teknologi, meminimalisir risiko dan membantu perusahaan untuk tumbuh,” ungkapnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: