Untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat luas bahwa biodiesel merupakan produk turunan sawit yang bermanfaat dan wajib disyukuri, Sawitsetara.co bersama APKASINDO, dan BPDPKS menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Biodiesel Membangun Negeri”.
Acara yang dilaksanakan di Hotel Santika Premiere Slipi, Jakarta, Kamis (18/7/2024), bertujuan untuk mengenalkan biodiesel sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa kepada Indonesia. Adapun salah satu manfaat dari biodiesel yang merupakan produk turunan sawit, telah menjadi lokomotif Indonesia.
Biodiesel juga berdampak positif pada terjaganya harga Tandan Buah Segar (TBS) petani.Dijelaskan lebih lanjut oleh Yuwono Ibnu Nugroho selaku Wakil Pimpinan Redaksi Sawitsetara.co, biodiesel juga bisa menguntungkan petani serta pemerintah.
Baca Juga: BPDPKS Sebut Mandatory Biodiesel Sangat Penting Untuk Keberlanjutan Sawit Indonesia
“Suka tidak suka sektor kelapa sawit tidak hanya menguntungkan petani tapi juga pemerintah. Mengapa demikian? Hal ini lantaran produk turunan dari kelapa sawit hanya untuk pangan tapi juga untuk energi,” ujar Ibnu dalam acara yang dihadiri Warta Ekonomi tersebut, Kamis (18/7/2024).
Salah satu yang disebut oleh Ibnu adalah melalui program pemerintah melalui penerapan biodiesel yang saat ini telah mencapai B35 yang mana 35% memakai bahan baku dari kelapa sawit dan saat ini sudah mengarah pada B40 hingga puncaknya mencapai B100.
Dengan kata lain, kata Ibnu, semakin tinggi penggunaan crude palm oil (CPO) di dalam negeri, maka bisa mengurangi ketergantungan pada pasar asing.
“Alhasil dengan semakin tinggi permintaan CPO baik didalam dan luar negeri maka akan memacu harga tandan buah segar (TBS) yang berdampak kepada naiknya ekonomi di Tingkat petani,” jelas Ibnu.
Hal ini disebabkan oleh total luas dari perkebunan kelapa sawit yang mencapai sekitar 16 juta hektare yang 40% di antaranya dimiliki oleh petani. Maknanya, jika harga TBS naik maka ekonomi petani pun turut naik.
Jika program biodiesel ini berjalan, Ibnu menyebut bukan hanya pemerintah saja yang diuntungkan. Sebabnya, kebijakan B35 itu juga diharapkan bisa menyerap sekitar 13,15 juta kiloliter biodiesel bagi industri dalam negeri.
Baca Juga: Program Biodiesel Mendapat Penolakan di Negeri Sendiri, FGD Digelar untuk Cari Solusi
Implementasi kebijakan tersebut juga diprediksi bakal menghemat devisa sebesar USD10,75 miliar serta meningkatkan nilai tambah industri hilir sebesar Rp16,76 triliun. Kebijakan B35 ini diproyeksikan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 34,9 juta ton CO2. Kemudian, apabila B40 berjalan, maka bisa menghemat devisa sekitar USD13 miliar sampai dengan USD15 miliar atau setara dengan Rp211 triliun-Rp244 triliun.
“Artinya dengan dijalankan program biodiesel maka negara dan petani ikut tersenyum,” tutur Ibnu.
Dengan demikian, sambungnya, kecepatan kemajuan sektor hilir jauh lebih kencang dibandingkan sektor hulu yang cenderung jalan di tempat. Bahkan sempat mundur.
“Jika ini dibiarkan maka kemajuan sektor hilir akan stagnan bahkan tertarik mundur karena bahan bakunya minus. Perlu dipikirkan bagaimana menjaga keseimbangan sektor hulu dan hilir. Kendala- kendala di hulu harus segera diselesaikan segera, kita berpacu dengan waktu,” tuturnya.
Sebagai informasi, acara tersebut dibuka oleh Direktur Eksekutif PASPI, Dr. Ir. Tungkot Sipayung, turut juga hadir GPPI, APOLIN, GIMNI, SPKS, ASPEO PIR, SAMADE, GAPKI, FPSI, MAKSI, DMSI, Forum Mahasiwa SAWIT (Formasi) Indonesia, serta beberapa kampus mitra APKASINDO bidang kampanye sawit baik, seperti Poltek Sawit CWE, UMJ, UP, UI dan UNJ.
FGD yang didukung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tersebut dihadiri narasumber utama yaitu Kepala Divisi Perusahaan BPDPKS, Maulizal Achmad, Sekretaris Jenderal DPP APKASINDO, Dr. Rino Afrino,ST,MM, Sekretaris Jenderal APROBI, Ernest Gunawan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bina Restituta Barus.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: