Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, mengungkapkan bahwa instabilitas politik yang terjadi saat ini di lingkup nasional bisa mengancam pertumbuhan ekonomi nasional ke depan. Apabila tidak segera di atasi, maka Wijayanto menekankan pertumbuhan ekonomi ke depannya dapat berada di bawah level 5%.
“Gejolak politik seperti yang terjadi saat ini berpotensi membuat pertumbuhan ekonomi melorot di bawah 5%,” kata Wijayanto dalam keterangannya di media, dikutip Warta Ekonomi, Sabtu (24/8/2024).
Untuk diketahui, pemerintah melalui RAPBN 2025 mematok pertumbuhan ekonomi tahun depan mencapai 5,2%.
Baca Juga: Triwulan II Tetap Sehat, BI Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 4,7-5,5% Tahun ini
Pertumbuhan ekonomi yang turun sebagai imbas dari ketidakpastian kebijakan, kata Wijayanto, akan membuat stabilitas bisnis terganggu. Padahal, ujar dia, ekonomi nasional yang tidak mengalami gangguan apapun atau autopilot saja bisa bertumbuh hanya sekitar 5%-an.
Adapun hal tersebut terjadi lantaran konsumsi rumah tangga yang masih dominan dalam struktur pembangun ekonomi domestik yang masih ajeg. Salah satunya yakni imbas dari pertumbuhan penduduk nasional yang masih tinggi dan bertumbuh 1,2% per tahun.
“(Namun), persepsi bahwa (politik) Indonesia tidak stabil itu yang paling berpengaruh (kepada ekonomi). Karena cost of fund kita naik, sementara investasi langsung maupun portofolio jadi terkendala,” ujarnya.
Apabila ditarik dalam bobot ketidakpastian politik, Wijayanto mengamati bahwa dinamika yang terjadi saat ini sangat berbeda dengan dinamika saat pemerintah menerbitkan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Pasalnya, ada ‘ruh’ demokrasi Indonesia yang sedang dipertaruhkan sehingga berpotensi besar menggelinding seperti bola salju di berbagai tempat di dalam negeri.
Baca Juga: Ekonomi Global Masih Stagnan, Menkeu Sebut RAPBN 2025 Perlu Dikelola Secara Cermat
Menurut Wijayanto, dengan demikian ekonomi akan terdampak cukup negatif baik di sektor riil maupun sektor keuangan atau investasi. Dia menyayangkan gejolak politik ini terjadi di saat ekonomi RI tidak sedang baik-baik saja, ditandai dengan daya beli masyarakat yang menurun, situasi global sedang tidak pasti, dan kondisi fiskal yang berat.
“Dikombinasikan dengan transisi pemerintahan yang sedang berlangsung, membuat tantangan (ekonomi) semakin lengkap,” jelasnya.
Maka dari itu, dia mengungkapkan bahwa ekonom saat ini berharap para elit politik RI perlu menghindari berbagai keputusan politis yang keluar dari koridor dan bertentangan dengan semangat demokrasi.
Apabila terus dipaksakan, tuturnya, maka kepercayaan pasar kepada pemerintah dan hukum di Indonesia bisa kian runtuh dan terjun bebas.
“Risiko bisnis di Indonesia makin tinggi, investor cenderung menunda investasi atau memilih negara tetangga. Impact yang sangat terasa adalah kenaikan suku bunga SBN dan pelemahan Rupiah (nanti),” jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Belinda Safitri
Tag Terkait: