
Dalam pidato inaugurasi perdananya sebagai Presiden RI, Prabowo Subianto sudah memiliki visi untuk mewujudkan swasembada energi. Adapun salah satu cara agar visi tersebut tercapai yakni dengan memanfaatkan tanaman ajaib nan potensial yang dimiliki oleh Indonesia dan bisa disulap menjadi campuran untuk Bahan Bakar Minyak (BBM).
Untuk mewujudkan visi tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyebut jika pihaknya akan menggencarkan Bahan Bakar Nabati (BBN) untuk dicampurkan dengan BBM sehingga pada akhirnya bisa menekan impor BBM.
Baca Juga: Petani Sawit Jadi Tumpu Utama Industri Biodiesel Indonesia
Pemerintah, sebut Bahlil, berkomitmen bakal menggencarkan biodiesel dan bioethanol sebagai pengganti dari BBM. Menurut dia, swasembada energi bisa dicapai seiring dengan terwujudnya ketahanan energi nasional.
"Kemandirian energi kan salah satunya ada bioetanol, bioenergi, dan biodiesel. Biodiesel sekarang kita sudah B35 dan B40 sudah selesai uji coba," jelas Bahlil, dikutip Selasa (29/10/2024).
Lantas, apa saja tanaman ajaib yang dipunya Indonesia sebagai bahan baku baik untuk biodiesel maupun bioethanol?
Minyak Sawit (CPO)
Indonesia saat ini sedang berambisi untuk menggenjot penerapan campuran BBN dari minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) untuk menjadi campuran BBM jenis solar, yakni biodiesel.
Pemerintah bahkan berencana menggencarkan program BBN, khususnya program pencampuran biodiesel hingga 60% (B60) dari yang semula B35.
Bahlil Lahadalia yakin bahwa Indonesia memiliki stok sawit yang cukup sebagai bahan baku untuk pencampuran B60.
"Sekarang kan kita B40, sekarang kita akan dorong ke B50 sampai B60. Kalau ditanya bahwa itu cukup atau tidak, B35 sampai B40 itu kan kita habiskan kurang lebih sekitar 14 juta kilo liter. Nah, sementara ekspor kita kan masih banyak. Nah, kalau ditanya kapasitas CPO kita cukup atau tidak, cukup, pasti cukup," ungkap Bahlil saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip Selasa (29/10/2024).
Baca Juga: Petani Sawit Jadi Tumpu Utama Industri Biodiesel Indonesia
Bahlil mengaku jika pemerintah berambisi besar menuju program B50 hingga B60 dengan melihat kesuksesan program biodiesel yang sudah dijalankan.
"Nah, tinggal kita lihat adalah teknologinya. Nah, teknologinya ini kan harus by process untuk kita uji coba, agar ketika itu diimplementasikan, B50 sampai B60 itu betul-betul sudah lewat uji coba yang baik," ungkapnya.
Sebagai informasi, pada 1 Januari 2025 rencananya pemerintah bakal memberlakukan pencampuran biodiesel hingga 40% atau B40.
Sorgum
Indonesia ternyata memiliki tanaman 'ajaib' yakni sorgum sebagai bahan baku pembuatan bioetanol untuk campuran BBM jenis bensin. Sebab, sorgum memiliki potensi besar untuk membantu Indonesia mencapai swasembada pangan dan energi.
Selain sorgum, sejatinya Indonesia sudah mengembangkan pemanfaatan tebu sebagai bahan baku bioetanol, namun tebu sendiri masih dinilai sering bersinggungan dengan kebutuhan pangan khususnya sebagai bahan baku produksi gula.
PT Pertamina (Persero) pun saat ini tengah berupaya menggenjot pemanfaatan tanaman sorgum sebagai bahan baku pembuatan bioetanol.
Senior Vice President (SVP) Teknologi Inovasi PT Pertamina, Oki Muraza mengatakan bahwa sorgum berbeda dengan tebu. Sorgum tidak menghadapi masalah serupa. Sorgum merupakan tanaman yang multifungsi, di mana bulirnya bisa diolah menjadi tepung atau beras sorgum sebagai alternatif pengganti gandum, sementara batangnya dapat digunakan untuk menghasilkan bioetanol.
"Bisa paralel. Jadi untuk kasus budidaya sorgum ini tidak ada konflik antara food or energy. Jadi food-nya diperkuat, mengurangi impor gandum dan batangnya ini mengurangi impor BBM," kata Oki dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, dikutip Selasa (29/10/2024).
Hanya saja, tantangan yang dihadapi saat ini adalah terkait peningkatan kapasitas produksi nasional dari tanaman sorgum. Oleh sebab itu, Pertamina saat ini tengah berupaya untuk membudidayakan tanaman sorgum.
Oki membeberkan bahwa saat ini Pertamina tengah menggarap proyek percontohan budidaya sorgum di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB). Pihaknya menggunakan data geospasial untuk menentukan ketersediaan lahan yang cocok bagi budidaya sorgum.
Baca Juga: Bantu Entaskan Pengangguran, Yayasan Bulir Padi Rilis Program Kewirausahaan
"Jadi kita lihat sekarang geospasial berapa sih tersedia lahannya. Kemudian kita lihat lagi berapa yang bisa diperuntukkan untuk pertanian dan kita lihat juga kecocokan tanah dengan tanaman, dengan sorgum. Harapannya nanti produksi di pilot ini kita bisa orkestra kan seperti tadi. Bulirnya menjadi pangan, di-off-take oleh petani dan juga bisa didistribusikan, juga bisa diekspor untuk mengurangi impor gandum tadi dan kemudian batangnya menjadi bioetanol," ungkap Oki.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar