Kredit Foto: Uswah Hasanah
Pemerintah memutuskan menunda pengajuan pinjaman dari Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) senilai Rp25 triliun yang sebelumnya direncanakan untuk mendanai program pembangunan perumahan pedesaan.
Keputusan ini diambil menyusul kepastian adanya sumber pendanaan dalam negeri sebesar Rp260 triliun dari pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) Bank Indonesia dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan melalui Danantara.
Direktur Jenderal Perumahan Perdesaan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Imran, mengatakan pemerintah memilih memprioritaskan pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan sumber domestik guna mendukung pembangunan rumah layak huni di wilayah desa, khususnya daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Baca Juga: Pengembang Dukung Usulan Rumah Subsidi Diperkecil: untuk Percepatan Program 3 Juta Rumah
“Kami tunda karena sudah ada sumber pendanaan dari dalam negeri. Itu lebih cepat dan efisien,” ujar Imran di Gedung PKP, Senin malam (23/6/2025).
Sebelumnya, pinjaman dari AIIB dirancang untuk membantu mengatasi backlog perumahan nasional yang mencapai 9,9 juta rumah tangga serta rumah tidak layak huni (RTLH) sebanyak 26,9 juta unit, berdasarkan data Susenas 2023.
Namun, alokasi anggaran 2025 hanya mampu menangani 15.110 RTLH, sementara plafon 2026 diperkirakan lebih kecil, sehingga kebutuhan pendanaan alternatif menjadi mendesak.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Direktorat Jenderal Perumahan Perdesaan meluncurkan program jangka menengah 2026–2030 yang mencakup tiga komponen utama. Adapun program pertama adalah pembangunan rumah layak dan peningkatan kualitas RTLH, dengan target 47.800 unit rumah baru dan rehabilitasi 347.470 unit RTLH.
Imran mengatakan total anggaran untuk komponen ini mencapai sekitar Rp 65 triliun, dengan prioritas masyarakat miskin ekstrem di Papua, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Maluku.
Komponen kedua meliputi penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU), termasuk pembangunan dan peningkatan kualitas PSU untuk lebih dari 140.000 unit rumah.
Komponen ketiga adalah integrasi perumahan dengan kebijakan pendukung, seperti insentif bagi pengembang, reformasi perizinan, perlindungan hukum atas tanah, penguatan sistem monitoring digital, serta pelatihan masyarakat. Dana untuk aspek ini mencapai Rp1 triliun.
Baca Juga: Dana Domestik Melimpah, Pinjaman ADB untuk IGAHP Terancam Batal
Imran menegaskan strategi pembiayaan ke depan akan berbasis blended finance, termasuk optimalisasi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dan kemitraan dengan pemerintah daerah dalam penyediaan lahan serta pendampingan masyarakat.
Program ini akan dilaksanakan dalam tiga fase besar: tahap persiapan (2025–2026), implementasi fisik (2026–2030), dan tahap keberlanjutan setelah 2030. Wilayah 3T tetap menjadi prioritas utama, sambil menunggu finalisasi data lokasi berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) dan verifikasi teknis lapangan.
“Kami tidak hanya membangun rumah, tapi juga membangun sistem dan komunitas. Ini tentang keberlanjutan, bukan sekadar angka,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Djati Waluyo