Indonesia Butuh Modal Rp245,26 Gabung OECD, Kemenkeu Cicil Tiga Kali Hiingga 2026
Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa total kebutuhan pendanaan untuk proses aksesi Indonesia sebagai anggota penuh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mencapai 13,62 juta euro atau sekitar Rp245,26 miliar dalam periode 2024 hingga 2026.
Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan (DJSPSK) Kemenkeu, Masyita Crystallin, menjelaskan bahwa pendanaan tersebut akan dilakukan secara bertahap dalam tiga termin. “Yang menjadi perhatian soal aksesi OECD bahwa kebutuhan dukungan pendanaan khusus aksesi ini di 13,62 EUR atau 245 m, yang bisa dicicil dalam 3 termin,” ujar Masyita dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, Senin (14/7/2025).
Baca Juga: RI Optimis Proses Aksesi OECD Akan Berjalan Secara Konstruktif
Rincian termin pertama pada 2024 mencapai Rp50,99 miliar, kemudian tahun 2025 sebesar Rp105,26 miliar, dan pada 2026 senilai Rp89,01 miliar. Selain itu, diperlukan pembiayaan tambahan untuk rangkaian pertemuan OECD yang akan digelar di Paris selama proses aksesi berlangsung.
Masyita menjelaskan bahwa awalnya anggaran berada di bawah Badan Kebijakan Fiskal (BKF), namun kini dialokasikan secara terpisah antara DJSPSK dan Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) menyusul pemisahan kelembagaan.
Kementerian Keuangan juga berperan sebagai koordinator sekaligus wakil ketua Tim Nasional OECD Indonesia, yang dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2024. Dalam struktur ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, ditunjuk sebagai ketua pelaksana.
Baca Juga: OECD Pangkas Proyeksi Ekonomi RI ke 4,7%, Pemerintah Andalkan 5 Paket Stimulus
Kemenkeu bertanggung jawab dalam penyusunan initial memorandum (IM) di berbagai bidang seperti fiscal affairs, anggaran, pasar keuangan, asuransi dan pensiun, bantuan pembangunan, serta mendukung penyusunan pada sektor export credits.
Proses aksesi Indonesia ke OECD mencakup empat fase utama. Fase pertama, yakni penyampaian initial memorandum, telah dilakukan oleh Airlangga dalam kunjungan kerja ke Paris pada 2–5 Juni 2025. Fase kedua adalah asesmen kepatuhan, di mana OECD akan mengevaluasi kesesuaian Indonesia dengan standar dan prinsip yang berlaku.
Selanjutnya, fase ketiga melibatkan dialog teknis antara unit OECD dengan pemangku kepentingan di dalam negeri. Fase akhir adalah penentuan status keanggotaan penuh setelah seluruh asesmen dinyatakan tuntas.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cita Auliana
Editor: Annisa Nurfitri