Tarif AS Berlaku, Airlangga Sebut Negosiasi Pengecualian Produk Masih Berlangsung
Kredit Foto: Istihanah
Pemerintah memastikan implementasi kebijakan tarif balasan terhadap produk-produk dari Amerika Serikat (AS) berjalan secara langsung, seiring dengan mulai berlakunya tarif resiprokal yang telah disepakati.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa sosialisasi mengenai penerapan kebijakan ini telah dilakukan kepada para pemangku kepentingan.
"Seperti kemarin, seperti waktu dikenakan 10 persen, itu langsung. Sosialisasi kan sudah dilakukan dengan Kadin dan eksportir," ujar Airlangga kepada wartawan usai Sidang Kabinet Paripurna di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Baca Juga: Trump Akan Naikkan Tarif Impor Farmasi Hingga 250%
Pernyataan ini menegaskan bahwa tidak ada masa transisi lebih lanjut dalam pemberlakuan tarif balasan oleh Indonesia. Sebelumnya, pemerintah AS secara resmi memberlakukan tarif impor sebesar 19 persen untuk produk asal Indonesia yang mulai berlaku pada 7 Agustus 2025.
Kesepakatan tarif 19 persen ini merupakan hasil negosiasi intensif antara kedua negara, yang berhasil menurunkan angka dari wacana awal sebesar 32 persen.
Sebagai bagian dari kesepakatan resiprokal, Indonesia juga menyesuaikan bea masuk untuk barang-barang dari AS.[
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Bakrie, mengajak para pengusaha untuk memanfaatkan tarif impor yang lebih rendah atau bahkan nol persen dari AS untuk sejumlah komoditas guna menciptakan nilai tambah.
Meskipun kesepakatan utama telah tercapai, Airlangga mengindikasikan bahwa masih ada sejumlah detail yang terus dibahas oleh kedua negara. Salah satu poin penting yang masih dalam proses negosiasi adalah mengenai daftar produk yang bisa mendapatkan pengecualian (exception) dari penerapan tarif AS.
"Itu (daftar produk yang bisa mendapatkan pengecualian) masih dalam pembahasan," kata Airlangga.
Airlangga juga menepis anggapan bahwa implementasi kebijakan ini memerlukan aturan turunan yang lebih kompleks seperti perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA). Ia menegaskan bahwa kerangka kerja yang ada saat ini sudah cukup untuk menjadi landasan implementasi.
"Gak perlu (pakai FTA)," tegasnya.
Ia juga mengonfirmasi bahwa tidak akan ada lagi pernyataan bersama (joint statement) baru terkait kesepakatan tarif ini, menandakan bahwa kedua negara akan langsung menjalankan komitmen yang telah disepakati.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Istihanah
Editor: Istihanah
Tag Terkait: