Kredit Foto: Azka Elfriza
PT Tugu Reasuransi Indonesia (Tugure) menegaskan isu konsolidasi industri reasuransi nasional belum menjadi agenda pemegang saham.
Perusahaan menyatakan fokus pada target pemenuhan ekuitas dan strategi bisnis jangka menengah hingga 2028, dengan penekanan bahwa penggabungan usaha tanpa dukungan modal yang memadai berpotensi menimbulkan risiko serius.
Direktur Operasional Tugure, Erwin Basri, mengatakan keputusan merger dalam anggaran dasar perusahaan mensyaratkan persetujuan minimal tiga perempat pemegang saham.
Saat ini, kepemilikan Tugure terbagi atas 50,74% milik PT Tugu Pratama Interindo sebagai anak usaha Pertamina dan 49,26% milik Asriland.
“Di dalam anggaran dasar kita, isu merger ini menjadi kriteria yang harus diputuskan setidaknya oleh 3/4 pemegang saham. Dan saat ini kami dari pemegang saham kami belum ada berita apa-apa, belum ada pembicaraan terkait rencana tersebut. Jadi kami masih fokus di dalam pencapaian RKP dan EJPP kami,” ujarnya kepada Warta Ekonomi, Jumat (29/8/2025).
Erwin menambahkan, Tugure menargetkan ekuitas Rp2 triliun pada 2028 agar dapat naik kelas ke Kelompok Perusahaan Perasuransian (KPPI) 2.
Ia menyebutkan bahwa target tersebut direncanakan dapat dicapai secara organik, dengan ekuitas ditargetkan mencapai level signifikan lebih dulu pada 2026.
“Insya Allah 2026 ini ekuitas kita sudah tercapai, tantangan kami tinggal di 2028. Target kami Tugure bisa masuk KPPI 2 dengan modal minimal Rp2 triliun,” jelasnya.
Terkait isu konsolidasi dengan perusahaan reasuransi lain, Erwin menegaskan kekhawatiran muncul bila langkah itu tidak diiringi penguatan modal.
Menurutnya, risiko dapat meningkat jika portofolio perusahaan yang positif dan negatif digabungkan tanpa adanya tambahan ekuitas.
“Kalau konsolidasi ini dilakukan tanpa adanya penguatan permodalan, kan ini semuanya portofolionya jadi berkumpul. Apakah dengan ekuitas yang ada itu cukup untuk mengelola portofolio atau malah harus disuntik lebih besar lagi? Nah ini yang kita khawatirkan,” kata Erwin.
Ia juga menilai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan berhati-hati menanggapi isu merger karena regulator sudah menghadapi berbagai tantangan, mulai dari penguatan ekuitas hingga penerapan Financial Reporting Standard (FRS).
“Kalau komitmennya tidak terjaga, yang pusing juga OJK. Saya melihat keseriusan sekali di OJK, meskipun terseok-seok harus berlaku tahun ini, ini challenge luar biasa,” tambahnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Azka Elfriza
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: