Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kunjungi DLBS, WHO dan BPOM RI Tinjau Inovasi Fitofarmaka Dexa Medica

        Kunjungi DLBS, WHO dan BPOM RI Tinjau Inovasi Fitofarmaka Dexa Medica Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Delegasi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) melakukan kunjungan ke Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS). Kunjungan ini bertujuan meninjau langsung penerapan riset farmasi berbasis biodiversitas Indonesia untuk pengembangan Obat Modern Alami Integratif (OMAI).

        Director of Business Development and Scientific Affairs PT Dexa Medica, Prof. Raymond Tjandrawinata, memaparkan perjalanan DLBS dalam pengembangan obat berbahan alam sejak tahun 2005. Bahan baku yang digunakan tidak hanya dari tumbuhan, tetapi juga dari hewan seperti produk Disolf yang dikembangkan dari cacing tanah (Lumbricus rubellus) yang dapat membantu melancarkan sirkulasi darah.

        “Banyak dokter spesialis saraf dan jantung juga telah meresepkan produk kami, karena sebagian besar fitofarmaka di sini diresepkan oleh dokter. Tidak hanya digunakan di Indonesia, tetapi juga diekspor ke beberapa negara ASEAN dan beberapa negara lainnya,” papar Prof. Raymond di Rumah Riset DLBS di Cikarang, Jawa Barat, Kamis (16/10/2025).

        DLBS mengintegrasikan teknologi 4.0 dalam setiap tahapan riset dan pengembangan produk, mulai dari penemuan bahan aktif berbasis Tandem Chemistry Bioassay System (T-CEBS) hingga pemantauan kualitas dari produk setelah diproduksi. Pengembangan produk OMAI sangat saintifik sehingga dapat dibuktikan secara klinis.

        “Ketika kami masuk ke tahap uji klinis, kita perlu memiliki bukti ilmiah. Dengan pendekatan tersebut, akan lebih mudah memperoleh data yang baik pada fase klinis, dan berdasarkan pengalaman tersebut, jika desainnya baik mulai dari bahan baku aktif hingga produk jadi, maka produk herbal berbasis keanekaragaman hayati tidak kalah kualitasnya dibandingkan produk kimia,” ujarnya.

        Namun demikian, dalam pengembangan Obat Bahan Alam, mengalami beberapa tantangan. Salah satunya adalah belum masuknya Obat Bahan Alam dalam Formularium Nasional JKN karena terbentur Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 54 Tahun 2018 tentang Penyusunan dan Penerapan Formularium Nasional dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. Padahal disampaikan Prof. Raymond, Ayuveda dan Unani Medicine digunakan dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional di India.

        “Bahkan ada rumah sakit berbasis Unani dan Ayurveda di India, di China, Korea, di Jepang ada semua. Indonesia dengan biodiversitas alam nomer dua dunia, belum ada,” kata Prof. Raymond.

        Contoh Pengembangan Obat Bahan Alam Berkelas Global

        Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM RI, Ibu Dian Putri Anggraweni menyampaikan bahwa inovasi DLBS menjadi contoh pengembangan obat bahan alam Indonesia menjadi produk berkelas global. Hal ini yang sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam memperkuat ekosistem riset obat bahan alam dan fitofarmaka nasional.

        “Dexa Medica adalah salah satu industri farmasi terbaik di Indonesia. Perusahaan ini telah melakukan banyak inovasi dalam pengembangan obat herbal. Kita bisa berbagi best practice tentang bagaimana Dexa Medica mengembangkan obat herbal menjadi produk berkelas global,” ujar Ibu Dian Putri.

        Seperti dikutip dalam website Badan POM, WHO-IRCH Secretariat Pradeep Dua mengungkapkan baru-baru ini merilis WHO Global Traditional Medicine Strategy 2025–2034. “Salah satu dari 4 tujuan utama dalam strategi ini berfokus pada regulasi,” jelasnya. “Regulasi ini tidak hanya membahas mengenai produk, melainkan juga mengatur masalah praktik dan praktisi pengobatan tradisional, komplementer, dan integratif,” ungkapnya lebih lanjut. Pertemuan ini menjadi ajang yang tepat untuk memperkuat sistem regulasi obat bahan alam tersebut.

        IRCH Chair Sungchol Kim, dalam sambutannya pada the 16th Annual Meeting of the WHO–International Regulatory Cooperation for Herbal Medicines (IRCH) (14/10/2025), juga menyinggung tujuan utama dari WHO Global Traditional Medicine Strategy 2025–2034, terutama mengenai pembangunan basis bukti yang kuat untuk pengobatan tradisional, komplementer, dan integratif (traditional, complementary, and integrative medicine/TCIM) serta pengembangan peraturan yang tepat untuk keamanan dan efektivitas. Karena itu, Sungchol Kim mengajak semua peserta untuk berdiskusi aktif, saling bertukar pengetahuan dan pengalaman di bidang obat bahan alam, agar pertemuan membawa manfaat untuk kepentingan masyarakat.

        Selama kunjungan, para delegasi meninjau fasilitas laboratorium bioteknologi, pusat ekstraksi bahan alam, serta area pengembangan OMAI. Mereka juga berdialog dengan tim peneliti DLBS mengenai proses pengembangan produk OMAI.

        Kunjungan ini juga menjadi momentum untuk memperkuat kemitraan antara pemerintah, industri, dan lembaga internasional. Kolaborasi lintas sektor ini diharapkan mampu mendorong Indonesia menjadi pusat riset biodiversitas farmasi tropis yang diakui dunia.

        Dalam kesempatan kunjungan tersebut, Dr. Pradeep Kumar Dua menekankan pentingnya pengembangan fitofarmaka yang memenuhi standar global. WHO menilai pengembangan obat berbasis biodiversitas yang dilakukan Dexa Medica sejalan dengan strategi WHO dalam pengembangan obat bahan alam yang komplementer dan integratif.

        “Saya melihat bahwa Dexa melakukan integrasi dan inovasi dalam pengembangan produk yang terkait dengan keanekaragaman hayati yaitu fitofarmaka,” kata Dr. Pradeep.

        “Ini adalah sebuah inisiatif di mana regulator dan pelaku industri berkolaborasi. Kami berharap kolaborasi lintas sektor antara berbagai bidang dan pemerintah di negara-negara anggota dapat semakin ditingkatkan,” ungkap Dr Pradeep.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Amry Nur Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: