Kredit Foto: Istimewa
Pengusaha nasional sekaligus pendiri Grup Alam Sutera dan Argo Manunggal Group (AMG), The Ning King, dikabarkan meninggal dunia pada Minggu, 2 November 2025 di Singapura.
Dalam pernyataan kepada media, pihak keluarga menulis, "With deep sorrow, we announce the passing of The Ning King. Our beloved husband, father, father in law and grandfather. A beloved soul whose warmth and love filled the hearts of our family. Has peacefully returned to our father`s heavenly home."
Dengan kabar kepergian The Ning King, dunia bisnis Indonesia berduka. Namun, sosoknya mewariskan kisah sukses bisnis yang inspiratif.
Nama "The" dalam "The Ning King" bukanlah sebuah gelar, melainkan bagian dari nama keluarganya. Perjalanan bisnisnya dalam skala industrialisasi dimulai pada 1961 dengan mendirikan pabrik tekstil manufaktur pertama di Salatiga, Jawa Tengah, yang kemudian berkembang menjadi PT Argo Pantes Tbk (ARGO).
The Ning King dikenal sebagai visioner yang tak takut berinovasi. Pada 1970, ia melakukan diversifikasi strategis pertama ke luar tekstil dengan memasuki industri baja berat melalui pendirian Fumira, berkat kemitraan dengan perusahaan Jepang.
Keputusan paling transformatif The Ning King adalah masuk ke sektor properti dengan membentuk PT Adhihutama Manunggal pada 1993, yang setahun kemudian bertransformasi menjadi PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI).
Pengembangan kota mandiri skala besar seperti Alam Sutera di Tangerang terbukti menjadi penyelamat grup di masa-masa sulit. Sementara kini, Alam Sutera adalah salah satu kawasan properti yang paling terkenal di Indonesia.
Ketangguhan bisnis The Ning King diuji saat krisis finansial Asia melanda. Pada 2007, unit tekstilnya, PT Argo Pantes, harus menjalani restrukturisasi utang rumit senilai sekitar US$210 juta. Melalui langkah cerdas seperti Debt-Equity Swap dan penerbitan obligasi kupon nol bertenor 25 tahun, ia berhasil menavigasi grup dari keterpurukan.
Menghadapi kontraksi signifikan di industri tekstil pasca-2010, The Ning King kembali menunjukkan kelincahannya. Ia mengarahkan grup untuk bertransisi dari manufaktur tradisional ke sektor logistik modern. AMG mendirikan Argo Logistik dan melalui kemitraan strategis dengan GIC Singapura, mengembangkan gudang logistik modern seluas 500.000 meter persegi.
Pada 2025, laporan keuangan menunjukkan PT Argo Pantes mencatat mayoritas pendapatan dari sewa gudang di Tangerang dan Bekasi, bukan dari produksi tekstil.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: