Kredit Foto: Istimewa
PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) memproyeksikan kebutuhan liquid natural gas (LNG) pada 2026 melonjak menjadi 104 kargo, naik 15,56% dibanding tahun ini yang mencapai 90 kargo. Kenaikan tersebut dipicu pembatasan peningkatan kapasitas pembangkit batubara sehingga pasokan energi primer harus digeser ke sumber yang lebih fleksibel dan efisien.
General Manager UP GBM PLN EPI Agus Purnomo menyampaikan bahwa percepatan proyek LNG midstream menjadi strategi utama perusahaan untuk menjaga keandalan suplai energi primer sekaligus menurunkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik. PLN EPI juga mengembangkan pola multi-destination agar pasokan dapat dialihkan lebih cepat saat terjadi gangguan pada pembangkit.
“Kami mengembangkan infrastruktur LNG midstream agar sistem suplai bisa lebih fleksibel dan efisien. Demand dan supply harus terintegrasi,” jelas Agus.
Proyek Midstream Dua Fase, Nias Jadi Klaster Pertama yang Siap Beroperasi
Agus menjelaskan bahwa pembangunan LNG midstream dilakukan dalam dua fase. Pada fase pertama, PLN EPI membangun fasilitas suplai di Nias, enam titik di Sulawesi–Maluku, delapan titik di Nusa Tenggara, dan empat titik di Papua Utara. Proyek di Nias telah memasuki tahap akhir konstruksi dan ditargetkan commissioning akhir November atau awal Desember 2025, untuk kemudian beroperasi penuh pada Januari 2026.
Baca Juga: PGN Catat Kargo LNG ke-20 di FSRU Lampung Tahun 2025
Ia menegaskan bahwa pengoperasian klaster pertama akan memberikan efisiensi logistik yang signifikan. “Ketika klaster pertama ini beroperasi, kita bisa mengurangi penggunaan BBM hingga 2,3 juta kilometer per tahun dari sisi logistik,” ungkapnya.
Setelah fase pertama rampung, pengembangan dilanjutkan ke wilayah yang masih bergantung pada BBM seperti Halmahera Timur, Sanana, Sofifi, Morotai, Bangka Belitung, dan beberapa titik di Kalimantan.
Penguatan Suplai Gas Jamali dan Rencana Sejumlah FSRU
PLN EPI mempercepat proyek penguatan suplai gas di kawasan Jawa-Madura-Bali (Jamali), mengingat pasokan gas pipa dari Sumatera dan Jawa Timur diperkirakan semakin ketat. Perusahaan menyiapkan sejumlah rencana floating storage regasification unit (FSRU), antara lain:
- FSRU Jawa Barat 2 di Muara Tawar
- FSRU Bali
- Cilegon
- Kalimantan Barat
- Kalselteng
- Pomala
- Stargate
“FSRU Jawa Timur akan menjadi penopang tambahan suplai jaringan transmisi gas, terutama untuk mendukung penambahan pembangkit CCCT Jawa–Bali 3,” kata Agus.
Ia menekankan bahwa percepatan proyek membutuhkan kolaborasi seluruh mitra dan pemangku kepentingan. “Kami tidak bisa berjalan sendiri. PLN EPI mengundang seluruh partner untuk berkolaborasi agar suplai energi primer tetap andal, baik di Jawa, Bali, maupun luar Jawa. Bersama, kita wujudkan ketahanan energi yang efisien, bersih, dan andal,” ujarnya.
Feedstock Pembangkit dan Proyeksi Kebutuhan Listrik 2034
Agus menambahkan bahwa PLN EPI memegang peran sentral dalam penyediaan feedstock untuk pembangkit, mulai dari gas, LNG, BBM, batubara, hingga bioenergi termasuk biogas.
“Kita melihat bahwa kebutuhan listrik terus naik sesuai RUPTL, dan PLN EPI harus memastikan ketersediaan feedstock untuk mendukung kesiapan pembangkit,” katanya.
Baca Juga: Tak Lagi Sekadar Pasok Listrik, PLN IP Kenalkan Solusi Energi Terintegrasi
PLN EPI memproyeksikan kebutuhan listrik nasional pada 2034 mencapai 511 TWh, dengan dominasi permintaan tetap di Jawa, namun pertumbuhan signifikan diprediksi terjadi di Kalimantan dan Sulawesi. Sementara itu, pasokan gas pipa terus menurun dan konsumsi BBM untuk pembangkit meningkat 10–15% sejak 2023, sehingga konversi BBM ke gas dinilai mendesak.
“Kenaikan konsumsi BBM ini tentu membebani Biaya Pokok Produksi Listrik. Karena itu konversi BBM ke gas bukan lagi opsi, melainkan kebutuhan,” tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri