Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ketidakpastian Global Kian Menekan Arah Kebijakan Ekonomi RI

        Ketidakpastian Global Kian Menekan Arah Kebijakan Ekonomi RI Kredit Foto: Siaran Pers/Allianz Life Indonesia
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menjelang 2026, ketidakpastian global kembali menjadi faktor utama yang memengaruhi arahan kebijakan ekonomi Indonesia. Ekonom Senior INDEF, Aviliani, membahas bagaimana dinamika dunia akan memengaruhi respons pemerintah dalam menjaga stabilitas dan ekspektasi publik.

        Aviliani menjelaskan bahwa kondisi global sepanjang 2025 berada dalam tekanan signifikan akibat gelombang pemilu di 57 negara yang mencakup 49% populasi dunia dan 60% PDB global. Selain itu, polarisasi geopolitik yang ia sebut sebagai The Great Tension mulai dari konflik Rusia–Ukraina, situasi Myanmar, hingga ketegangan Asia Timur memperlebar risiko terhadap perekonomian global. Rivalitas Amerika Serikat dan Tiongkok melalui kebijakan tarif resiprokal turut memperburuk ketidakpastian tersebut.

        Menurut dia, ketidakpastian menjadi kondisi yang pasti dalam waktu dekat, sehingga dunia usaha dan pemerintah membutuhkan langkah yang lebih lincah serta penegakan governance, risk, and compliance (GRC) yang lebih kuat. “Kepastian ke depan adalah ketidakpastian itu sendiri,” ujarnya dalam pemaparan, di acara Media Workshop Allianz Indonesia. 

        Baca Juga: Ekonomi RI Tumbuh 35 Persen dalam 7 Tahun di Tengah Ketidakpastian Global

        Meski tekanan global meningkat, terdapat sinyal perbaikan dari revisi proyeksi IMF yang menaikkan pertumbuhan ekonomi global 2025 menjadi 3,2% dari sebelumnya 3%. Namun, pola pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 menunjukkan ketidakstabilan. Pertumbuhan tercatat 4,87% pada triwulan I, naik menjadi 5,12% pada triwulan II, kemudian melemah kembali ke 5,04% pada triwulan III.

        “Dinamika pertumbuhan ekonomi yang fluktuatif ini menggambarkan pemulihan yang masih rentan dan sangat dipengaruhi oleh ekspektasi dan kondusivitas perekonomian,” kata Aviliani, Jumat (12/12/2025).

        Di sisi lain, meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sejak Oktober 2025 disebut menjadi momentum positif untuk mendukung kebijakan ekspansif. Dalam konteks fiskal, penempatan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) sebesar Rp200 triliun pada kluster pertama dan Rp76 triliun pada kluster kedua dinilai menjadi katalis penting. Kebijakan tersebut menurunkan cost of fund, mendorong penurunan suku bunga deposito dan kredit, serta meningkatkan minat investasi dan konsumsi.

        Baca Juga: APBN 2026 Akan Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Nasional

        Kombinasi perbaikan ekspektasi dan kebijakan fiskal turut memperkuat sentimen pasar, tercermin dari capaian 21 rekor all time high IHSG sepanjang tahun berjalan. Selain itu, program stimulus 8+4+5 senilai Rp16,23 triliun serta pembentukan Satgas Percepatan Program Strategis Pemerintah (P2SP) diharapkan mempercepat realisasi belanja dan mengurangi hambatan koordinasi lintas kementerian dan lembaga.

        Dalam menghadapi risiko eksternal, Aviliani menegaskan pentingnya kebijakan responsif dan terukur guna menjaga kepercayaan publik serta memastikan pemerataan manfaat pertumbuhan.
        “Pertumbuhan ekonomi bukan hanya angka di atas kertas, perlunya pemerataan dan juga ekspektasi masyarakat bahwa hari esok akan lebih baik dari hari ini. Maka dengan roda ekonomi yang bergerak lebih cepat maka keputusan finansial masyarakat menjadi lebih optimis,” ujarnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Azka Elfriza
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: