WE Online, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Ditjen Perikanan Budidaya mengembangkan pabrik pengolah skala kecil atau "mini plant" pakan ikan mandiri di Sukabumi, Jawa Barat.
Dirjen Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, di sela-sela peresmian Mini Plant Pakan Ikan Mandiri di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Selasa (5/1/2016), menyatakan, pakan ikan mandiri yang diproduksi oleh BBPBAT Sukabumi ini telah memanfaatkan bahan baku lokal seperti tepung ikan, tepung tapioka, dan eceng gondok.
"Hasilnya pun tidak mengecewakan. Dengan kandungan protein sekitar 30 persen, sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), dapat dimanfaatkan untuk budidaya lele, nila dan patin," katanya.
Selain itu, lanjutnya, harga pakan ikan mandiri hasil produksi BBPBAT Sukabumi tersebut juga relatif terjangkau, yaitu Rp 5.000 per kg Slamet menambahkan Mini Plant Pakan Ikan Mandiri yang dibangun di BBPBAT Sukabumi ini, merupakan tempat magang terkait pembuatan pakan ikan mandiri.
"Dengan kapasitas produksi 1,2 ton per hari, Mini Plant ini, juga merupakan tempat percontohan pabrik pakan ikan mandiri. Dan bagi perekayasa, lokasi ini dapat menjadi tempat untuk melakukan perekayasaan terkait formulasi pakan, sehingga menghasilkan pakan ikan mandiri yang efisien dan memanfaatkan bahan baku lokal", katanya.
Menurut dia, hasil perekayasaan BBPBAT Sukabumi yang berupa enzim Mina Grow, juga dapat dikombinasikan penggunaannya dalam produksi pakan ikan mandiri ini, sehingga semakin meningkatkan efisiensi pakan ikan yang diproduksi dan pada akhirnya mampu meningkatkan produksi.
Slamet menjelaskan, eceng gondok yang selama ini menjadi gulma di perairan umum, telah dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber bahan baku pengganti dedak.
"Setelah dibuat tepung, kadar proteinnya hampir sama dengan dedak halus yaitu 12,51 persen," katanya.
Saat ini, lanjutnya, harga dedak di pasaran sekitar Rp3.000 - Rp4.000/kg, sementara tepung eceng gondok perkiraan harganya sekitar Rp1.000/kg.
"Hal ini merupakan solusi bagi permasalahan eceng gondok di beberapa waduk atau perairan umum. Dan apabila terus dikembangkan dengan menggunakan aplikasi teknologi pakan yang lain seperti teknologi bioflok dan enzim, saya yakin, efisiensi pakan akan meningkat dan ini akan menguntungkan," ujar Slamet.
Pembudidaya di Keramba Jaring Apung (KJA) maupun pengelola waduk dapat membantu mengumpulkan eceng gondok, untuk kemudian dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan. Ke depan, tambahnya, solusi permasalahan gulma enceng gondok ini akan terus dikembangkan dengan mengajak 'stake holder' yang terkait, seperti Badan Pengelola Waduk, Pabrikan Pakan dan juga Kelompok Pembudidaya.
Sedangkan UPT perikanan budidaya melakukan pembinaan serta alih teknologi penepungan eceng gondok ini, sehingga dari sebelumnya merupakan gulma menjadi sumber pendapatan. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: