Bank sentral Zimbabwe saat ini sedang melakukan negosisasi dengan China untuk sebuah kesepakatan bagi negara di Afrika bagian selatan tersebut dalam melakukan transaksi dan segala pembayaran lain dengan menggunakan mata uang yuan sebagai alternatif atas mata uang dolar Amerika Serikat (AS).
Dikutip dari laman GlobalTimes di Jakarta, Jumat (5/2/2016), Gubernur Bank Sentral Zimbabwe John Mangudya mengatakan dalam pernyataan kebijakan moneter tahunan bahwa pihaknya sedang berusaha untuk menggunakan yuan untuk menyelesaikan perdagangan bilateral serta membayar pinjaman dari China. Ia menambahkan China telah menjadi menjadi mitra datang utama Zimbabwe.
Seperti diketahui, Zimbabwe saat ini menggunakan beberapa mata uang sejak 2009 akibat menderita hiperinflasi. Sembilan mata uang yang digunakan sebagai alat tukar adalah pound Inggris, euro, dolar AS, dolar Australia, yuan China, yen Jepang, rupee India, rand Afrika Selatan, dan pula Botswana. Dari kesembilan mata uang tersebut dolar AS mendominasi sistem mata uang ganda.
"Saya telah memberikan contoh bahwa ketika Anda mengimpor dari Inggris yang Anda bayar dalam pound, ketika Anda membayar di Eropa Anda menggunakan euro dan rands ketika membayar di Afrika Selatan. Jadi, kami masih bernegosiasi dengan China sehingga ketika kita membeli dari mereka kami juga ingin membayar mereka dalam mata uang mereka," kata Mangudya.
"Jika Zimbabwe tidak mendapat kesepakatan dengan China, itu akan menjadi seperti pengaturan pertama untuk mata uang dalam keranjang mata uang ganda," tambahnya.
Mangudya mengatakan pembayaran dalam mata uang China akan membantu meminimalkan kerugian dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi Zimbabwe, seperti mengirimkan uang ke luar negeri karena sanksi barat. Di sisi lain, Dana Moneter Internasional (IMF) juga telah mengadopsi yuan sebagai salah satu mata uang perdagangan global.
Moody, sebuah lembaga pemeringkat kredit yang melakukan penelitian keuangan internasional dan analisis pada entitas komersial dan pemerintah, mengatakan pekan lalu bahwa rencana Harare untuk meningkatkan sirkulasi yuan bisa mengangkat investasi dari China.
"Penggunaan renminbi kemungkinan akan memfasilitasi tingkat yang lebih besar dari investasi langsung asing dari perdagangan bilateral dengan China dengan mengurangi biaya transaksi dan risiko nilai tukar," kata Moody.
Namun, ini mungkin tidak cukup untuk memperkuat kepercayaan investor dan meningkatkan daya saing dan jika digunakan secara luas bisa dibatasi karena perjanjian Zimbabwe dalam dolar AS dan kecurigaan dari mata uang lainnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: