Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Indef Desak Negara Minimalkan PNBP

        Warta Ekonomi -

        WE Online, Jakarta - Direktur lembaga penelitian ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mendesak negara meminimalkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Enny beralasan PNBP merupakan salah satu sumber "high cost economy" (ekonomi biaya tinggi) yang menghambat perputaran perekonomian.

        "Instrumen penerimaan negara adalah pajak. Jadi, pemerintah semestinya bisa membuat sebuah sistem pajak yang transparan disertai 'database' yang benar dengan seminimal mungkin adanya PNBP," ujar Enny dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (7/3/2016).

        PNBP, lanjut dia, dapat dimanfaatkan sebagai sarana pengendalian seperti dilakukan Direktorat Jenderal Imigrasi dan pemungutan cukai. Dia menyayangkan masih adanya beberapa kementerian yang menaikkan PNBP, salah satunya dengan mewajibkan pungutan untuk sertifikasi.

        Enny mencontohkan sertifikasi legalitas kayu dalam sistem verifikasi dan legalitas kayu (SVLK). Untuk mendapatkan sertifikat yang berlaku selama enam tahun, UKM diwajibkan Rp26 juta per bulan.

        "Sertifikasi seperti itu sifatnya adalah pelayanan publik dan seharusnya gratis. Negara mestinya fokus saja optimalisasi penerimaan pajak, bukan malah berlomba mendapatkan dana dari sertifikasi," tutur dia.

        Pendapat Enny ini mendapat dukungan dari Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Edy Putra Irawady.

        "Saya setuju dengan INDEF. Kementerian-kementerian jangan lagi menambah beban baru bagi masyarakat, seperti penarikan dana dari sertifikasi-sertifikasi. Masa orang mau patuh disuruh bayar?" kata Edy yang berjanji akan membicarakan hal ini secara langsung dengan Menko Perekonomian Darmin Nasution.

        Ini penting, tambah dia, karena pungutan-pungutan semacam itu memberatkan UKM yang keuntungannya tidak seberapa dibanding perusahaan-perusahaan besar.

        Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengakui ada pungutan dana untuk mendapatkan sertifikat legalitas atau "timber legality assurance system", yang berlaku selama enam tahun, bagi industri pengolah kayu menjadi produk jadi.

        Untuk UKM, besarannya adalah Rp26 juta. Namun, demi meringankan beban UKM, satu sertifikat bisa berlaku untuk lima pelaku usaha. Selain itu KLHK juga memberikan dana subsidi untuk sertifikasi tersebut sebesar Rp33,4 miliar, ditambah dana dari Kementerian Perindustrian sebesar sekitar Rp5 miliar. (Ant)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: