Pemerintah kembali mengungkapkan ada dana nganggur atau "idle" di sejumlah daerah yang mencapai ratusan triliun rupiah.
Padahal arus kas pemerintah pusat saat ini kurang lancar karena pendapatan pajak diperkirakan tidak mencapai target.
Jumlah dana yang merupakan bagian dari transfer ke daerah yang disimpan di bank umum itu tidak tanggung-tanggung, mencapai Rp214 triliun per Juni 2016.
Menurut Presiden Joko Widodo, hingga kini ada 10 terbesar provinsi yang menyimpan dananya di bank umum.
DKI Jakarta menjadi provinsi yang menampung dananya di bank terbesar.
"Pak Ahok (Gubernur DKI Jakarta), duitnya emang gede, tapi nyimpennya juga gede. Masih ada Rp13,9 triliun," katanya.
Sementara Jawa Barat menempati posisi kedua dengan Rp8,034 triliun. Disusul Jawa Timur Rp3,9 triliun, Riau Rp2,86 triliun, Papua Rp2,59 triliun, Jawa Tengah Rp2,46 triliun, Kalimantan Timur Rp1,57 triliun, Banten Rp1,52 triliun, Bali Rp1,4 triliun, dan Aceh Rp1,4 triliun.
Sedangkan untuk tingkat kabupaten, Bogor menyimpan dana sebesar Rp1,9 triliun, Badung Rp1,6 triliun, Bandung Rp1,6 triliun, Bekasi Rp1,5 triliun, Tanah Laut Rp1,3 triliun, Kediri Rp1,39 triliun, Berau Rp1,37 triliun, dan Nias Rp1,31 triliun.
Untuk tingkat kota ada Medan sebesar Rp2,27 triliun, Surabaya Rp1,85 triliun, Tangerang Rp1,36 triliun, Cimahi Rp1,52 triliun, Depok Rp1,31 triliun, Magelang Rp1,1 triliun, Tangerang Selatan Rp1,03 triliun, Serang Rp948 miliar, dan Mojokerto Rp917 miliar.
Jokowi minta agar dana nganggur tersebut segera dikeluarkan sesuai dengan prosedur.
"Tolong ini segera dikeluarkan agar segera beredar di masyarakat," katanya.
Ancam Presiden Joko Widodo mengancam akan menerbitkan surat utang untuk daerah-daerah yang terus menimbun dana atau anggarannya di bank.
"Kalau simpanan masih seperti ini (besar), beberapa kabupaten kota sudah kita terbitkan surat utang. Kalau masih gede seperti ini ya surat utang akan tambah banyak," kata Presiden.
Jokowi menegaskan Indonesia harus mulai menerapkan manajemen yang ketat dalam menghadapi kondisi global yang masih belum baik.
Presiden berharap pemerintah daerah untuk segera membelanjakan anggaran (APBD) seawal mungkin sehingga dapat mendongkrak perekonomiannya.
"Seawal mungkin setiap tahunnya. Kalau bisa Januari segera dikeluarkan, karena uang akan beredar dan menambah pertumbuhan ekonomi di kota, kabupaten, provinsi," katanya.
Presiden mengungkapkan pada Mei 2016 uang di APBD kabupaten-kota dan provinsi masih Rp246 triliun dan pada Juni turun Rp214 triliun.
"Ini masih besar. Hati-hati bapak ibu (kepala daerah). Ini keterlambatan realisasi, pelaksanaan seperti ini jangan diteruskan. Stop, harus segera dikeluarkan," kata Presiden.
Jokowi mengingatkan jika uang masih disimpan di bank-bank daerah maupun nasional, maka tidak ada uang yang beredar di daerah.
"Apalagi daerah yang tidak punya kekuatan di sektor swasta, akan lebih berat lagi. Sehingga penting segera keluarkan, segera lelang, jangan ditunda," katanya.
Penghematan Barangkali itu sebabnya dalam kebijakan penghematan belanja negara pada tahun anggaran yang tinggal lima bulan lagi ini, pemerintah juga memutuskan penghematan dana transfer daerah.
Dalam penyesuaian anggaran berjalan ini pemerintah akan melakukan pemotongan belanja kementerian-lembaga (K/L) sekitar Rp65 triliun serta belanja ke daerah sekitar Rp68,8 triliun.
Dalam penghematan itu, salah satu alternatif yang bakal dilaksanakan pemerintah adalah melakukan "carry over" Dana Bagi Hasil (DBH) atau Dana Alokasi Umum (DAU) bagi pemerintah daerah yang masih memiliki APBD dan dana kas yang berlebih agar ditunda pencairan dananya.
"Ini tidak menyelesaikan, namun hanya menunda karena beban APBN 2016 yang sangat besar dan kita anggap mempengaruhi kredibilitas APBN," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Menurut perkiraan awal, DAU yang ditunda pencairannya ke tahun berikutnya adalah sebanyak Rp19,4 triliun untuk 170 provinsi kabupaten kota di sisa tahun 2016 dan DBH untuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp12 triliun.
Salah satu penyebab seretnya pencairan dana itu adalah karena rendahnya serapan anggaran di daerah tersebut akibat adanya kekhawatiran pemda dalam menyerap anggaran.
Pemda takut membuat dan menjalankan program inisiatif yang kreatif khawatir bakal dikriminalisasi.
Padahal Presiden Jokowi sudah memberikan jaminan bahwa kebijakan yang benar dalam pelaksanaan pembangunan tidak akan dikriminalisasi.
Jangan mengendap Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan kalau ingin mengejar pertumbuhan ekonomi, dana itu jangan mengendap di bank, tapi dikeluarkan dengan tertib dan taat asas.
Agus mengatakan akan lebih baik bagi pemerintah daerah untuk bisa merealisasikan anggaran dengan tepat waktu, terutama bagi program prioritas yang bermanfaat untuk menyejahterakan masyarakat dan membangun sarana infrastruktur.
Menurut dia, penyerapan belanja APBD dengan maksimal yang bersinergi dengan dana repatriasi modal maupun deklarasi aset dari program amnesti pajak bisa memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi mulai 2017.
Namun, Agus mengingatkan kalau modal tersebut tidak masuk ke sektor-sektor produktif maka dana tersebut akan menjadi beban dan kontraproduktif bagi perekonomian nasional, seperti dana "idle" di pemerintah daerah.
"Pertumbuhan ekonomi dalam banyak hal bisa memanfaatkan dana repatriasi 'tax amnesty'. Itu dengan catatan kalau 'tax amnesty' sukses dan dana bisa dialirkan ke sektor riil produktif. Kami lihat persiapan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sudah cukup baik," katanya.
Pemerintah pusat dan daerah seharusnya segera mencari formula yang saling menguntungkan agar tidak ada lagi dana transfer ke daerah yang nganggur di bank umum.
Uang yang beredar di daerah tentunya dapat menambah pertumbuhan ekonomi di kota, kabupaten, maupun provinsi. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement