Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mencegah 'Wall Street Greedy' di Pasar Modal Indonesia

Oleh: ,

Warta Ekonomi, Jakarta -

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) secara rutin setiap dua tahun mengeluarkan Report to The Nation (RTTN) yang merupakan hasil survei fraud secara global dengan menjadikan anggota ACFE yang menangani fraud sebagai responden.

RTTN tersebut berisikan occupational fraud yang dapat didefinisikan sebagai penggunaan fasilitas, kekayaan, jabatan, pengaruh, dan kewenangan dari semua jajaran organisasi yang terkait dengan pekerjaannya di dalam suatu organisasi yang memberikan keuntungan personal melalui salah penggunaan atau salah pemakaian yang dilakukan secara sengaja atas sumber daya atau aset organisasi. Artinya, yang dibahas pada occupational fraud hanyalah berkaitan dengan fraud yang secara umum terjadi di suatu organisasi di mana organisasi menjadi kendaraan atau sarana oleh pelaku untuk melakukan fraud (misal korupsi) dan/atau organisasi menjadi korban fraud (misal penggelapan aset).

Fraud di lingkungan pasar modal memiliki keunikan karena bila merujuk batasan occupational fraud maka fraud di lingkungan pasar modal tidak akan dijumpai di occupational fraud. Fraud di lingkungan pasar modal bersifat tipikal. Beberapa penyimpangan yang pernah menjadi publikasi di media massa antara lain penyalahgunaan dana (rekening) investasi nasabah oleh perusahaan sekuritas, penyalahgunaan dana investasi berupa kontrak pengelolaan dana, "menggoreng" harga saham atau manipulasi pasar, insider trading, informasi material yang menyesatkan bahkan menipu atau sengaja tidak dilaporkan dalam laporan keuangan dan laporan lain yang wajib disampaikan sehingga merugikan investor.

Undang-Undang Pasar modal membagi dua jenis, yaitu tindak pidana dan pelanggaran. Pelanggaran di pasar modal merupakan pelanggaran yang bersifat administratif yang berhubungan dengan perizinan, persetujuan, dan pendaftaran serta pemenuhan pelaporan wajib ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Praktik melawan hukum di pasar modal merupakan perilaku yang dilarang di dalam undang-undang yang disertai ancaman sanksi administratif dan pidana.

Fraud di lingkungan pasar modal merupakan suatu kejahatan atau perbuatan melawan hukum jika memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Pelanggaran tidak sedahsyat membuat kerugian bagi investor atau pemilik uang dibandingkan fraud atau kejahatan di pasar modal.

Ketentuan tindak pidana di dalam Undang-Undang Pasar Modal diatur dalam pasal 103 sampai dan pasal 110. Penegakan hukum atas tindak pidana pasar modal sangat bergantung pada pelaksanaan kewenangan yang dimiliki otoritas pasar modal yaitu Otoritas Jasa Keuangan dan self regulatory organization (SRO), yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI). SRO berwenang menetapkan sanksi kepada pihak yang melakukan praktik yang bertentangan dengan ketentuan yang ada.

Barangkali fraud berupa penggelapan dana (rekening) investasi nasabah oleh perusahaan sekuritas, penyalahgunaan dana investasi berupa kontrak pengelolaan dana lebih mudah dibayangkan sebab terjadinya kerugian, yaitu dana tidak diinvestasikan sesuai produk atau kontrak, disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau perusahaan sekuritas atau manajemen investasi sehingga return dan principal investasi menjadi hilang.

Insider trading pun mudah dipahami karena pelakunya pasti orang dalam baik sendiri atau bersama orang lain menikmati keuntungan dengan menjual atau membeli saham karena orang dalam ini lebih mengetahui hasil kinerja, risiko, tata kelola yang nyata dari emiten di mana ia bekerja.

Ada fraud di pasar modal yang sulit dibayangkan bagaimana fraud itu menimbulkan kerugian. Contoh manipulasi harga saham baik untuk harga right issue atau initial public offering, termasuk "menggoreng" harga saham di pasar sekunder. Belum lagi fraud berupa penyesatan yang material (material misleading) dalam pelaporan secara sengaja atau sengaja tidak melaporkan informasi material yang dikenal sebagai intentionally material misstatement kepada publik. Perlu ahli audit forensik dan akuntan forensik yang dapat menjelaskan modus fraud tersebut beserta buktinya. Pada kasus berupa intentionally material misstatement sehingga disebut fraudulent financial statement yang laporan keuangannya sudah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik besar dunia (the big four) pengungkapan dan penegakan hukumnya tidaklah mudah dan memakan waktu cukup lama. Kasus Enron, Toshiba, Olympus adalah contohnya.

Tulisan ini tidak bermaksud menjelaskan modus operandi kejahatan-kejahatan di pasar modal. Tulisan ini bermaksud menimbulkan penyadaran (awareness) publik tentang adanya kejahatan di pasar modal mengingat nyata adanya korban kejahatan pasar modal dan kerugiannya tidak sedikit. Pengaduan oleh korban kejahatan pasar modal tidak se-sexy untuk menjadi pokok berita di media massa dan tidak terlalu tampak penegakan hukumnya. Pertanyaannya adalah apakah kejahatan di pasar modal memang sedikit ataukah penyelesaian kejahatan tersebut cukup sebatas loss recovery dalam bentuk kompensasi ganti rugi kepada korban. Bagaimana dengan efek jera?

Menurut pemantauan penulis, kejahatan di pasar modal menjadi perhatian publik di Amerika Serikat bilamana masyarakat investor mengalami kerugian karena nilai asetnya menurun seperti harga saham atau nilai aset bersih turun signifikan, pada saat jatuh tempo kontrak investasi tidak dapat dikembalikan dananya kepada investor, pengaduan whistle blowing, dan hasil pengawasan dan pemeriksaan rutin otoritas keuangan pasar modal.

Barangkali, masyarakat investor di Amerika Serikat lebih sadar (aware) tentang keganjilan dan indikasi praktik yang merugikan pasar modal sehingga melaporkan kepada otoritas atau mengajukan gugatan kepada pelaku bursa. Barangkali juga kejahatan pasar modal atau kejahatan keuangan secara lebih luas di Amerika Serikat marak terjadi karena faktor keserakahan materi (materialisme) yang dikenal sebagai wall street greedy.

Kejahatan-kejahatan tersebut di Amerika Serikat menjadi penanganan Federal Bureau of Investigation atau Financial Fraud Enforcement Task Force. Otoritas pasar modal di Amerika Serikat pun aktif dalam penegakan hukum. Banyak informasi penegakan hukum baik berupa sanksi kriminal maupun sanksi denda yang besar baik kepada individu maupun kepada korporasi yang diterapkan. Bagaimana dengan public awareness di Indonesia mengenai kejahatan pasar modal? Bagaimana penegakan hukum atas kejahatan pasar modal di Indonesia?

Sebagai upaya public awareness dan membantu unit kerja yang berkepentingan pada anti-fraud, ACFE Indonesia Chapter pada bulan lalu melakukan workshop mengenai fraud di pasar modal. Dibandingkan dengan fraud workshop di industri perbankan, peminat fraud workshop di pasar modal masih sedikit. Barangkali animo peminat fraud workshop di pasar modal yang rendah, gugatan atas kerugian karena indikasi fraud di pasar modal serta penegakan hukum kejahatan pasar modal di Indonesia yang belum dikenal dan menjadi perhatian publik patut menjadi indikator fraud di pasar modal memerlukan perhatian pada pendeteksiannya dan penegakan hukum yang memberikan efek jera.

Bagaimana dengan peran auditor intern pada fraud di pasar modal? Institusi audit intern dan atau auditor intern yang terikat dengan standar yang ditetapkan oleh the Insitute of Internal Auditors (IIA) harus mempertimbangkan (menganalisis dan mengevaluasi) risiko-risiko yang mungkin terjadi yang dapat membuat organisasi menjadi tidak patuh kepada peraturan perundang-undangan, termasuk harus menganalisis dan mengevaluasi risiko fraud.

Mengingat, fraud di pasar modal termasuk corporate crime atau fraud by organization maka sudah seharusnya auditor intern dapat membantu pencegahan dan pendeteksiannya melalui pendekatan auditnya dan usulan perbaikan tata kelola organisasi serta komunikasi yang tepat dengan pemangku tata kelola di organisasi seperti komite audit dan dewan komisaris serta manajemen.

Dalam hal terdapat dilema pada saat menemukan fraud terkait pasar modal di organisasinya maka auditor intern mencari solusi kepada pedoman wajib (mandatory guidance) yang telah diatur oleh IIA dan peraturan perundang-undangan.

Penulis: Diaz Priantara, Board of ACFE Indonesia Chapter and Board of IIA Indonesia

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: