Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menata kembali kebijakan alokasi sumber daya alam termasuk hutan dengan melakukan berbagai perbaikan dalam hal kebijakan.
"Kebijakan ini harus dilakukan untuk mewujudkan cita-cita keadilan bagi rakyat banyak," ujar Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya, di Jakarta, Kamis (8/12/2016).
Hal itu dilakukan sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo pada pertemuan dengan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) pada 12 Februari 2016, bahwa harus ada pergeseran orientasi pengelolaan hutan Indonesia, dari yang bertumpu pada pemanfaatan hutan alam ke arah pemanfaatan hutan tanaman.
"Pada konteks kita sekarang dan dalam kaitan dengan APHI, dalam bahasa terang, Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dalam perspektif baru akan bergandengan menyongsong kemajuan industri pengolahan kayu Indonesia," tambah Menteri Siti.
Dia menjelaskan ada beberapa hal yang menjadi catatan dan pertimbangan dalam pemantapan strategi induk industri pengolahan kayu dari hulu hingga hilir.
Terutama untuk memaksimalkan langkah-langkah strategis dalam mengangkat optimisme dan menjadikan kembali industri pengolahan kayu berjaya, agar bisa memberi kontribusi besar dalam struktur ekonomi dan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Melemahnya produktivitas Menteri Siti menjelaskan, dari hasil bedah kinerja yang dilakukan oleh KLHK,terdapat beberapa persoalan seperti melemahnya poduktivitas industri akibat berbagai faktor fisik maupun sosial ekonomi.
Beberapa masalah mendera mulai persepsi publik belum positif, interlink industri hulu-hilir belum cukup ideal dan diantaranya juga berciri paradoks; rantai bisnis serta dukungannya belum cukup kuat seperti infrastruktur dan sumber bahan bahan baku serta finansial.
"Apalagi bila dikaitkan dengan cukup banyaknya distorsi atau peristiwa-peristiwa lokalitas konflik tenurial yang sedikit banyak diantaranya dapat mengguncang usaha," kata Menteri Siti.
Skema perizinan pemanfaatan hasil hutan kayu dari hutan alam (IUPHHK-HA), hutan tanaman (IUPHHK-HT), dan tambang melalui izin pinjam pakai kawasan hutan (IUPPKH), secara de facto telah mewujudkan konversi hutan alam secara sistematis. Peran IUPHHK-HA dalam menghasilkan kayu bulat selama 10 tahun terakhir telah digantikan oleh IUPHHK-HT.
Dalam waktu yang sama juga terjadi peningkatan usaha tambang (IUPPKH). Data APHI 2013 menunjukkan sejumlah 179 perusahaan IUPHHK-HA dan 139 perusahaan IUPHHK-HT mengalami penurunan dahsyat.
"Apabila ini benar terjadi akan terdapat 39 juta ha hutan produksi menjadi 'open access'. Kondisi ini akan semakin mempermudah usaha-usaha masuk di hutan produksi, dan menambah masalah,'' jelas dia.
Oleh karena itu,pihaknya melakukan beberapa perubahan mendasar dalam kebijakan pengalokasi sumber daya kehutanan.
Saat ini luas kawasan hutan produksi yang telah diterbitkan izin adalah seluas 36,6 juta hektare. Sebagian besar adalah untuk IUPHHK-HA dan HT seluas 34,33 juta hektare dan selebihnya untuk Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm) seluas 0,85 juta hektare, IUPHHK Restorasi Ekosistem (RE) serta IUPHHK Restorasi Ekosistem (RE)/HHBK/Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan (IUPK) seluas 1,20 juta hektare.
Kawasan hutan produksi akan tetap merupakan sumber utama pasokan bahan baku industri kayu, ditambah hutan rakyat sebagai pendukung. Kawasan hutan produksi di Indonesia saat ini meliputi areal seluas 62,94 juta hektare yang terdiri atas hutan produksi terbatas (HPT) 26,84 juta hektare, hutan produksi tetap (HP) 29,27 juta hektare dan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) 13,13 juta hektare. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement