Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto mengecam kebijakan pemerintah yang akan menggenjot penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dengan menaikkan tarif pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB).
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas PNBP yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia pada tanggal 6 Desember 2016 dan mulai berlaku setelah 30 hari terhitung sejak tanggal diundangkan atau tanggal 6 Januari 2017.
Dengan berlakunya PP 60/2016 ini, terdapat penambahan jenis PNBP yang mulai berlaku seperti tarif Pengesahan STNK, Penerbitan Nomor Registrasi Kendaraan Bermotor Pilihan, STRP & TNRP (lintas batas), dan Penerbitan SIM golongan C1 dan C2.
Kenaikan cukup tinggi untuk penerbitan surat mutasi kendaraan bermotor ke luar daerah. PP terdahulu surat mutasi ke luar daerah hanya Rp75 ribu untuk semua jenis kendaraan, sekarang tarifnya Rp150 ribu untuk kendaraan bermotor roda dua atau roda tiga serta kendaraan bermotor roda empat atau lebih mencapai Rp250 ribu.
Yenny menilai kenaikan tersebut tidak tepat, pasalnya dari sisi pelayanan selama ini fakta di lapangan yang dirasakan oleh masyarakat, pengurusan SIM, STNK, BPKP rumit, boros waktu, tidak transparan dalam proses dan hasilnya.
"Dari sisi PNBP FITRA menemukan terdapat kekurangan penerimaan Negara Rp270,5 miliar dari hasil audit BPK Tahun 2015," ujar dia di Jakarta, Kamis (5/1/2017).
Dia menjelaskan target dari kenaikan PNBP dari PP 60/2016 hanya Rp1,7 Triliun. Harus diperhatikan sektor lain yang potensi penerimaannya lebih besar dari ini, misalnya kehutanan potensi hilang pertahun Rp30,3 triliun dan inipun cuma 30 persen dari potensi seharusnya.
"Selain itu, dari bahan materai STNK dan BPKP, Fitra mencatat kenaikan harga kertas dan materai tidak meningkat tajam seperti kenaikan tarif di PP 60/2016," paparnya.
Sementara dari sisi tata kelola, lanjutnya, temuan BPK tahun 2015, pengelolaan dana Samsat misalnya Jawa Tengah tidak sesuai dengan ketentuan. Seperti penyetoran dana ke bank, terdapat selisih.
"Dalam literasi luar negeri dan riset Bapak Rimawan UGM, bahwa yang lebih baik mengelola penerbitan STNK dan BPKB dan lainya berkaitan dengan PBNP adalah Kementerian Perhubungan. Kemudian proses penyusunan PP 60/2016 tidak transparan dalam penyusunan, misalnya tidak ada uji publik sehingga masyarakat kaget tiba-tiba naik," ucap Yenny.
Atas dasar itu, Fitra menuntut Presiden Jokowi membatalkan PP 60/2016. Presiden dan Menkeu harus mencari alternatif PNBP yang lebih efektif.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement