Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dirut BRI: Praktik Microfinance Terbesar di Dunia Berlangsung di Indonesia

Dirut BRI: Praktik Microfinance Terbesar di Dunia Berlangsung di Indonesia Kredit Foto: Tri Yari Kurniawan
Warta Ekonomi, Makassar -

Direktur Utama BRI Asmawi Syam mengungkapkan praktik microfinance terbesar sebenarnya berada di Indonesia. Bahkan, praktik keuangan mikro di Tanah Air jauh lebih baik dari Bangladesh, meski salah seorang warga Bangladesh, Muhammad Yunus, telah memperoleh penghargaan nobel. Pengakuan atas besarnya praktik microfinance di Indonesia dituliskan di beberapa literatur.

Dalam buku penulis asal Jerman bernama Dirk Stenwand, Asmawi menuturkan Indonesia diakui sebagai laboratorium microfinance terbesar di dunia. Lalu, ada pula dosen Harvard University Margueriete Robinson yang menyebutkan bahwa BRI merupakan pioner dalam paradigma baru revolusi keuangan mikro. Pengakuan kedua tokoh tersebut merupakan bukti bahwa sistem microfinance di Indonesia mendapat perhatian dunia.

"Pelaku microfinance kita (Indonesia) terbesar, tidak hanya di Asia Tenggara, tapi di dunia. Sebenarnya Indonesia lebih layak menerima nobel karena jauh lebih baik dari Bangladesh," ucap Asmawi, di sela acara peletakan batu pertama pembangunan Gedung Centre of Microfinance BRI-Unhas di Kampus Unhas Tamalanrea, Makassar, Sulsel, Senin (27/2/2017).

Asmawi mengklaim sistem microfinance di Indonesia bahkan jauh lebih unggul dari sejumlah negara. Sebagai perbandingan, di Bangladesh, ia menyebut sistem microfinance bahkan belum berjalan. Bangladesh baru sebatas menerapkan sistem microcredit. Untuk mengejar Indonesia, Bangladesh masih harus menerapkan sistem microbank sebelum menuju sistem microfinance.

"Di Bangladesh kan belum ada simpanan (microbank). Sedang, di Indonesia sudah menuju ke microfinance, dimana tidak sebatas aktivitas penyimpanan atau simpan pinjam, melainkan juga sudah ada asuransi mikro dan aktivitas mikro lainnya," jelas Asmawi.

Kelemahan sistem microfinance di Indonesia, menurut Asmawi, yakni sebatas praktik dan belum dituangkan dalam literatur atau keilmuan. Karena alasan itu, BRI menggandeng Unhas untuk membangun Gedung Centre of Microfinance. Gedung itu menjadi pusat kegiatan pendampingan, pendidikan dan penelitian. Unhas juga berkomitmen membuka program studi magister dan sarjana keuangan mikro pada 2017-2018.

Wakil Presiden (Wapres) RI, Jusuf Kalla alias JK, yang melakukan peletakan batu pertama Gedung Centre of Microfinance menaruh harap agar fasilitas tersebut dimanfaatkan oleh sivitas akademik dan pelaku usaha untuk pengembangan ekonomi berbasis kerakyatan. "Keberadaan Gedung Microfinance ini mesti menjadi pembelajaran bagi semua," ucap JK.

JK mengaku terus mendorong agar praktik microfinance di Indonesia dituangkan dalam literatur dan bisa diajarkan ke mahasiswa. Ia mengimbuhkan pemilihan pembangunan Gedung Centre of Microfinance pertama di Indonesia itu di Kampus Unhas merupakan hal yang tepat. Toh, Fakultas Ekonomi tertua berasal dari Unhas dan praktik microfinance terbesar di Indonesia berlangsung di Sulsel.

Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo menyatakan daerahnya akan terus berusaha mempertahankan posisi sebagai pilar utama microfinance di Indonesia. Potensi microfinance di Sulsel memang cukup besar mengingat ada setidaknya 941 ribu UMKM dan terus bertumbuh. Kredit yang disalurkan dari perbankan disebutnya mencapai Rp127 triliun dengan rasio kredit macet hanya 0,56 persen.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: