Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 15-16 Maret 2017 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya, BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-Day RR Rate) di level 4,75%.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, keputusan tersebut sejalan dengan upaya BI menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.
"BI juga mempertahankan deposit facility sebesar 4,0 persen dan lending facility 5,50 persen," kata dia dalam konferensi pers hasil RDG BI di Gedung BI, Jakarta, Kamis (16/2/2017).
Menurutnya, BI tetap mewaspadai dan mencermati sejumlah risiko dalam jangka pendek ke depan, baik yang bersumber dari global maupun domestik.
"Risiko yang berasal dari global antara lain terkait kenaikan inflasi global, arah kebijakan ekonomi dan perdagangan AS, dan dampak lanjutan kenaikan Fed Fund Rate (FFR), serta risiko geopolitik di Eropa," tukasnya.
Sementara itu, risiko dari domestik yang tetap perlu dicermati terutama terkait dengan dampak penyesuaian administered prices terhadap inflasi.
Untuk itu, BI senantiasa mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
"Selanjutnya, BI terus melakukan penguatan koordinasi bersama Pemerintah dengan fokus pada pengendalian inflasi agar tetap berada pada kisaran sasaran dan kelanjutan program reformasi struktural untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan," imbuh dia.
Ditahannya BI 7-Day RR Rate ini sesuai dengan prediksi para pelaku pasar keuangan. Menurut Bahana Sekuritas, bank sentral belum perlu merespons kenaikan suku bunga the fed dengan serta-merta menaikkan suku bunga acuan di dalam negeri.
Pasalnya, inflasi di dalam negeri diperkirakan masih akan berada dalam target BI antara 3%-5% untuk sepanjang tahun ini, meski pemerintah masih melanjutkan rencana kenaikan tarif listrik. "Kenaikan suku bunga the fed kali ini tidak akan terlalu membahayakan pasar dan perekonomian negara-negara berkembang termasuk Indonesia," kata Ekonom Bahana Sekuritas Fakhrul Fulvian.
Menurutnya, arus modal ke pasar obligasi diperkirakan masih akan mengalir seiring dengan ekspektasi adanya kemungkinan S&P menaikkan rating Indonesia dalam waktu dekat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Dewi Ispurwanti
Advertisement