Indonesia siap mengurangi gas karbon pada penerbangan internasional sebagai tindak lanjut kebijakan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) dalam hal perlindungan lingkungan dalam kerangka perubahan iklim dan skema Global Market-Based Measure (GMBM).
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus Santoso dalam konferensi pers ICAO Regional Seminar on States' Action Plans and Carbon Off setting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA) di Jakarta Senin (10/4/2017) mengatakan Indonesia sudah mempunyai peta jalan (roadmap) untuk mereduksi emisi udara dari dunia penerbangan.
"Hal ini mencerminkan bahwa Indonesia di bidang Indonesia sangat memperhatikan dampak terhadap lingkungan di dunia penerbangan," katanya.
Beberapa upaya mitigasi yang telah dilakukan Indonesia, di antaranya adalah penyusunan kebijakan, prosedur, dan pengembangan sumber daya manusia (SDM), efisiensi prosedur operasional pesawat udara dan pemanfaatan bahan bakar terbarukan untuk pesawat udara dan energi terbarukan di bandara dengan target penggunaan bahan bakar ramah lingkungan sebesar dua persen pada akhir 2016.
Kemudian, penggunaan armada pesawat yang lebih baru dan ramah lingkungan, peningkatan manajeman lalu lintas udara dengan Performance Based Navigation (PBN), implementasi bandar udara ramah lingkungan (green airport) dan penyiapan infrastruktur implementasi "market-based measures" "Kita tahu beberapa aktivitas transportasi ada banyak dampak baik, tapi beberapa hal perlu dipertimbangkan karena berdampak terhadap lingkungan, ya paling besar ya karbondioksida," katanya.
Sejak ditetapkan dalam ICAO Assembly Resolusi A37-19, Indonesia melalui Ditjen Perhubungan Udara mulai menyusun Indonesia Action Plans yang disampaikan ke ICAO tahun 2013.
"Sesuai rekomendasi ICAO di mana Action Plans harus di-update setiap tiga tahun, kami kembali menyampaikan update State Action Plans pada Juni 2015," katanya.
Secara nasional, lanjut dia Indonesia Action Plans terus di-update setiap tahun untuk memonitor progres implementasi dari setiap upaya mitigasi.
Agus menambahkan saat ini Indonesia juga sedang memperbarui Action Plans dan berharap dapat segera disampaikan ke ICAO lagi.
"Jadi kita punya kontribusi yang nyata untuk eliminasi emisi udara dari penerbangan," ujarnya.
Dia menjelaskan untuk mereduksi pencemaran dimulai dari pesawat terbang baik itu bahan bakar yang menyumbang pencemaran udara dari avtur juga dari material badan pesawat.
"Action plan yang kita lakukan adalah untuk mereduksi pengotoran udara dari avtur, kemudian badan pesawat, struktur yang kita kombinasikan dengan material yang ringan, sehingga menghemat bahan bakar," katanya.
Terkait navigasi, Agus menuturkan pihaknya juga akan melakukan optimalisasi rute dengan menyederhanakan rencana terbang serta jalur langsung yang lebih pendek, sehingga lebih efisien.
"Kemudian bandara, kita juga tengah mengembangkan konsep 'green airport' dengan desain supaya ada pengurangan energi dengan skema penggunaan material ramah lingkungan," katanya.
Action Plans merupakan alat/ wahana perencanaan dan pelaporan secara sukarela dari suatu negara untuk menginformasikan kegiatan/aksi mereka dalam rangka menurunkan emisi karbondioksida di sektor penerbangan internasional.
Pengembangan dan pelaporan State Action Plans kepada ICAO ditetapkan oleh ICAO Assembly pada Assembly Resolution A37-19 tahun 2010 dan ditegaskan kembali pada Assembly Resolution A38-18 tahun 2013 dan A39-2 tahun 2016.
"Bersama dengan forum ini, saya juga sampaikan terkait komitmen global kami untuk mengurangi perubahan iklim, kami telah meratifikasi Paris Aggreement," katanya.
Hal itu dilakukan dengan dengan membuat UU No. 16 tahun 2016 dan telah kami serahkan penentuan kontribusi nasional (Nationally Determined Contribution / NDC) kami kepada UNFCCC pada Oktober 2016 lalu.
Sejak ditetapkan dalam ICAO Assembly Resolusi A37-19, Indonesia melalui Ditjen Perhubungan Udara mulai menyusun Indonesia Action Plans yang disampaikan ke ICAO tahun 2013.
"Sesuai rekomendasi ICAO di mana Action Plans harus diperbarui setiap tiga tahun, kami kembali menyampaikan update State Action Plans pada Juni 2015," katanya.
Secara nasional, Indonesia Action Plans terus diperbarui setiap tahun untuk memonitor progres implementasi dari setiap upaya mitigasi.
Dalam kesempatan sama, Perwakilan Indonesia untuk Komite Emisi Penerbangan Yusfandri Gona mengatakan akan penggunaan porsi biofuel dalam penerbangan nasional pada 2020 sebanyak tiga persen dan lima persen di 2025.
"Sekarang masih dalam tahap riset dan pengembangan, jadi belum kita gunakan secara sukarela maupun secara komersial, namun di negara lain sudah mulai," katanya.
Namun saat ini, menurut dia sebagian maskapai sudah menggunakan pesawat terbaru, sehingga lebih ramah lingkungan dan hemat bahan bakar.
Ke depannya, Yusfandri mengatakan akan didorong pula penggunaan konten lokal untuk bahan bakar biofuel dalam mereduksi karbon.
Indonesia menjadi salah satu negara yang ditunjuk oleh ICAO menjadi tuan rumah ICAO Regional Seminar on States' Action Plans and Carbon Off setting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA), mewakili negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Selain Asia Pasifik.
Ada empat wilayah lain yang ditunjuk menyelenggarakan acara serupa pada periode 27 Maret - 20 April 2017 tersebut, yaitu wilayah Amerika Selatan + Amerika Utara + Amerika Tengah dan Kepulauan Karibia; Eropa dan Atlantik Utara; Afrika Timur + Afrika Selatan + Afrika Barat dan Afrika Tengah dan Timur Tengah.
Seminar regional ini merupakan tindak lanjut dari Resolusi Sidang Majelis Umum ICAO ke-39 yang diadakan pada tanggal 27 September - 7 Oktober 2016 di Montreal, Kanada.
Resolusi tersebut menetapkan beberapa resolusi baru, khususnya yang terkait dengan keberlanjutan penerapan dan kebijakan ICAO dalam hal perlindungan lingkungan dalam kerangka perubahan iklim dan skema Global Market-Based Measure (GMBM).
Indonesia ditunjuk ICAO berdasarkan ICAO State Letter Nomor ENV 6/6-SL 17/10 tanggal 7 Februari 2017.
Untuk wilayah Asia Pasifik, seminar regional ini dihadiri oleh Direktur ICAO untuk Kawasan Asia Pasifik Arun Mishra dan Wakil Direktur ICAO bidang Lingkungan, Biro Transportasi Udara dan Kantor Pusat ICAO Jane Hupe serta pakar penerbangan di bidang lingkungan di seluruh negara-negara kawasan Asia Pasifik.
Arun Mishra berterima kasih pada Indonesia atas kesediaannya menjadi tuan rumah seminar regional ini.
"Kita berharap hasilnya sangat berguna bagi masa depan dengan partisipasi yang bagus dari semua anggota yang hadir," ujarnya.
Sedangkan, Jane Hupe mengapresiasi Indonesia sebagai salah satu negara yang awal menjadi negara anggota ICAO yang telah memulai langkah penting bagi masa depan dengan komitmen mengurangi emisi udara dari penerbangan. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement