Direktur Akses Nonperbankan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Sugeng Santoso mengatakan setidaknya ada 20 perusahaan start-up yang telah memasuki pasar modal. Groundbreaking dari perusahaan start-up tersebut untuk masuk papan pengembangan dilakukan sejak bulan lalu. Bekraf dan Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana memulai program inkubator bagi perusahaan start-up atau UKM kreatif pada akhir April mendatang.
"Sepanjang sejarah Indonesia belum pernah ada papan pengembangan untuk UKM kreatif start-up masuk dalam bursa efek atau pasar modal. Kami terus menjalin komunikasi dengan pasar modal Indonesia terkait launching papan pengembangan untuk ekonomi kreatif. Groundbreaking sudah dilakukan sebulan lalu dan rencananya program dimulai akhir bulan ini," kata Sugeng di Makassar, belum lama ini.
Menurut Sugeng, dari 20-an perusahaan start-up yang masuk pasar modal tersebut, beberapa di antaranya merupakan binaan langsung Bekraf. Di antaranya Tarrasmart dan Ur-Farm. Kedua perusahaan start-up itu sempat mewakili Indonesia dalam event Start-up Istanbul, beberapa waktu lalu.
"Tarrasmart ini dari luar Jawa dan bisa bersaing. Padahal, seleksi untuk masuk program inkubator sangat ketat," tegas dia.
Program inkubator bagi perusahaan start-up digital yang digagas BEI, Sugeng mengatakan terdiri atas empat tahapan. Pada intinya, setiap perusahaan start-up yang masuk program inkubator akan dibina terlebih dahulu. Mereka juga akan difasilitasi dan dididik mengenai pengembangan rencana bisnis, termasuk mendirikan sebuah perseroan terbatas (PT). Pembinaan berupa menata dan merapikan laporan keuangan, edukasi mengenai proyeksi, dan memperkenalkannya dengan investor atau angel capital.
"Intinya, mereka (perusahaan start-up) akan dibina dulu sampai benar-benar siap sebelum capital market," ujar Sugeng.
Dalam rangka mendorong perusahaan start-up masuk ke pasar modal, pihaknya terus berkoordinasi dengan stakeholder lainnya perihal intelectial property financing. Artinya, Bekraf mengupayakan adanya pembiayaan untuk kekeyaan intelektual yang dilakukan oleh pasar modal. Skema pembiayaan tersebut jauh lebih cocok untuk pengembangan ekonomi kreatif dibandingkan bertumpu pada perbankan yang berbasis agunan.
Sayangnya, di Indonesia, pelaku ekenomi kreatif condong menggunakan modal pribadi atau pinjaman. Dari 15,9 juta pelaku ekonomi kreatif hanya 0,66 persen yang menggunakan modal ventura. Berdasarkan hasil Survei Khusus Ekonomi Kreatif (SKEK) yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2016, Sugeng membeberkan 92,37 persen pelaku ekonomi kreatif menggunakan modal sendiri. Sisanya sekitar 24 persen menggunakan pinjaman dan 0,66 persen memakai modal ventura.
Tidak bulatnya persentase dalam bilangan 100 lantaran metode survei BPS memberikan opsi lebih dari satu terkait asal pendanaan. Sugeng menyebut pelaku ekonomi kreatif terkadang memang menggunakan beberapa sumber pendanaan sekaligus.
Menurut Sugeng, ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya minat pelaku ekonomi kreatif menggunakan modal ventura di antaranya iklim permodalan di Indonesia yang terlanjur terbangun melalui perbankan. Hal tersebut diperparah dengan kurangnya sosialisasi manfaat penggunaan modal ventura.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement