Warta Ekonomi, Makassar -
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulsel menggandeng alim ulama untuk menjaga stabilisasi harga selama bulan suci Ramadan. Langkah strategis itu juga dimaksudkan untuk mencegah tekanan inflasi semakin besar. Peran ulama memang diharapkan membuat masyarakat lebih bijak dalam berbelanja selama Ramadan.?
"BI Sulsel yang tergabung dalam TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah) telah berkoordinasi dengan alim ulama. Kami kumpulkan alim ulama untuk membantu upaya stabilisasi harga. Kami imbau masyarakat lebih bijaksana dan tidak berbelanja secara berlebihan," kata Kepala Kantor Perwakilan BI Sulsel, Bambang Kusmiarso, Senin, (5/6/2017).
Bambang memaparkan ada enam poin imbauan BI dan ulama kepada masyarakat. Khusus untuk pembeli, selain tidak berbelanja berlebihan, diimbaunya untuk melakukan subsitusi konsumsi bahan makanan. Masyarakat juga diingatkan tidak menumpuk bahan makanan di rumah. "Intinya jangan mubazir. Kalau Ramadan, biasanya masyarakat kan kalap belanja."
Bambang mengimbuhkan khusus untuk penjual, pihaknya bersama ulama mengimbau untuk menjual dengan harga wajar. Selain itu, para penjual diingatkan untuk tidak menimbun barang dagangan dan memastikan ketersedian bahan makanan. "Imbauan kepada masyarakat itu bisa disampaikan ulama pada berbagai momentum selama Ramadan," tuturnya.
Pelibatan ulama, menurut Bambang cukup strategis. Toh, ahli agama tersebut merupakan figur-figur berintegritas yang petuahnya didengar oleh banyak orang. "Patut disyukuri alim ulama di Sulsel sudah berkomitmen untuk turut membantu BI menjaga stabilisasi harga di Sulsel. Mereka bisa menyampaikan imbauan-imbauan itu saat ceramah atau tausyiah," ujar dia.
Selain melibatkan ulama, BI bersama TPID menyiapkan berbagai strategi khusus untuk meredam tekanan inflasi selama Ramadan. Di antaranya yakni membentuk pos pengaduan untuk menampung keluhan masyarakat dan kerjasama antar-daerah surplus maupun defisit untuk menjaga ketersediaan pasokan. "Penguatan koordinasi dan sidak ke pasar maupun gudang kebutuhan pokok juga dilakukan bila perlu," tegasnya.
Sulsel memang butuh kerja keras untuk mempertahankan catatan positif terkait laju inflasi. Mei lalu, BPS mencatat Sulsel mengalami deflasi 0,24 persen berkat menurunnya berbagai harga bumbu dapur, seperti cabai rawit, tomat dan bawang merah. Untuk Juni atau bertepatan Lebaran, deflasi diprediksi sulit terjadi. Karena itu, pemerintah sedang berusaha agar bila pun terjadi inflasi, nilainya tidak begitu besar.
Sebelumnya, Kepala BPS Sulsel, Nursam Salam, mengatakan daerahnya mengalami deflasi sebesar 0,24 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 127,95. Laju deflasi Sulsel diakuinya dipicu oleh menurunnya berbagai harga bumbu dapur. "Deflasi Mei sangat dipengaruhi berbagai komoditas yang masuk kategori bumbu dapur. Komoditas penyumbang deflasi rata-rata dari situ," kata Nursam.
Berdasarkan catatan BPS, Nursam menjelaskan cabai rawit merupakan komoditas penyumbang deflasi tertinggi sebesar -0,206 persen. Disusul tomat sayur (-0,067 persen), tomat buah (-0,045 persen), ikan layang (-0,040 persen), bawang merah (-0,030 persen) dan tarif ponsel (-0,025 persen). Adapun, komoditas penyumbang inflasi yakni bawang putih (0,050 persen), tarif listrik (0,045 persen), daging ayam ras (0,043 persen), telur ayam ras (0,033 persen) dan wortel (0,022 persen).?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement