Warta Ekonomi, Makassar -
Kepala Divisi Perum Bulog Sulselbar, Dindin Syamsuddin, mengungkapkan pihaknya siap menggelontorkan 10 ribu ton bawang putih di dua provinsi yang menjadi area kerjanya. Langkah tersebut ditempuh untuk menekan harga bawang putih yang sempat meroket karena minimnya pasokan. "Kami siapkan 10 ribu ton bawang putih untuk pengendalian harga. Itu banyak kok dan aman hingga Lebaran," kata Dindin, kepada Warta Ekonomi, di Makassar, belum lama ini.
Dindin menjelaskan distribusi 10 ribu ton bawang putih akan dilaksanakan dengan mengoptimalkan keberadaan Rumah Pangan Kita (RPK). Di Sulsel dan Sulbar, tercatat sedikitnya tersebar 843 RPK. Selain itu, Dindin menyatakan penyaluran bawang putih juga dilakukan dengan menggandeng pihak pasar maupun instansi tertentu yang ingin menggelar pasar murah selama bulan suci Ramadan.
Harga bawang putih yang dipasarkan Bulog, Dindin menyebut merujuk pada Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Tiap kilogram bawang putih dibanderol Rp38 ribu. Angka itu jauh di bawah harga pasar, khususnya di Makassar, yang sempat menembus Rp50-60 ribu per kilogram. Setelah Bulog jor-joran memasarkan bawang putih, harganya di pasaran Makassar berkisar Rp40 ribu.?
Langkah Bulog 'membanjiri' pasokan sebelumnya pernah dilakukan pada komoditas cabai rawit. Imbas manuver tersebut, harga cabai rawit pun kini kembali normal. Diketahui pada awal Januari, harga komoditas pangan pedas itu menembus Rp80-100 ribu per kilogram. Belakangan, setelah Bulog memasarkan cabai rawit, harganya terjun bebas ke angka Rp25-30 ribu per kilogram.
Dindin menjelaskan langkah Bulog 'membanjiri' pasokan dilakukan secara matang. Pihaknya tidak bisa sembarangan memasok komoditas pangan dalam jumlah besar lantaran dikhawatirkan 'membunuh' produsennya. Dicontohkannya, untuk daging sapi, pihaknya sebenarnya memiliki stok sekitar 10 ribu daging beku. Namun, Bulog belum memasarkannya lantaran Sulsel selalu surplus daging sapi.?
"Untuk daging beku itu ada stok hingga 10 ribu ton. Kami belum pasarkan karena harus melihat dulu permintaan pasar. Terlebih, Sulsel ini selalu surplus untuk daging (sapi atau kerbau). Kami kan harus koordinasi dengan dinas peternakan. Takutnya nanti kalau dipasarkan malah mengurangi penghasilan peternak," papar pria berkumis ini.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Muhammad Syarkawi Rauf, mengungkapkan fluktuasi harga bawang putih menjadi perhatian pihaknya. Lembaga anti-persaingan usaha terus memantau harga komoditas dan menelisik dugaan adanya permainan kartel. Dipaparkannya pula kebutuhan bawang putih nasional memang masih bergantung pada negara asing, khususnya China.
"Jadi 97 persen bawang putih yang beredar di Indonesia, itu kita impor dari China. QAdapun kebutuhan nasional untuk bawang putih mencapai 498 ribu ton. Jadi, kalau banyak bawang putih impor yang beredar di pasaran, ya memang harus seperti itu karena kita tidak menghasilkan bawang putih sendiri," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement