Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menginginkan wacana penurunan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) seharusnya tidak sampai melemahkan sisi permintaan dalam aktivitas perekonomian nasional.
"Tidak saja daya beli melemah, tapi sisi permintaan bagi perekonomian nasional juga akan melemah," kata Ketua Pusat Pajak Hipmi Ajib Hamdani di Jakarta, Kamis.
Menurut Ajib, pelemahan tersebut juga akan berdampak besar kepada sejumlah industri nasional.
Ajib mengingatkan akselerasi industri nasional belum menggembirakan menyusul lesunya permintaan global dan penerapan undang-undang mineral dan baubara sehingga penguatan permintaan domestik mutlak untuk mendorong industri.
Selain itu, ujar dia, penurunan itu juga dinilai akan memperlebar kesenjangan sosial dan berpeluang membuka gejolak sosial lebih dalam.
"Setiap rupiah yang berkurang dari masyarakat kecil berpotensi menimbulkan gejolak yang tidak perlu," jelasnya.
Ia berpendapat bahwa kalau konsideran penurunan PTKP ini adalah komparasi dengan negara lain dengan faktor PDB per kapita dibandingkan angka PTKP yang berlaku, maka perbandingan ini seharusnya memperhitungkan rasio gini yang masih tinggi di Indonesia.
Sebab itu, Hipmi meminta Kemenkeu konsisten mendukung kebijakan fiskal pemerintahan Jokowi-JK yang sifatnya insentif dan stimulus.
"Investasi membutuhkan insentif, sedangkan perekonomian membutuhkan stimulus," papar Ajib.
Menurut dia, kebijakan penurunan PTKP ini juga dinilai akan mendorong praktik penghindaran pajak jika PTKP terlalu rendah.
Sebelumnya, kalangan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak rencana pemerintah menurunkan batas PTKP karena makin membebani rakyat berpenghasilan rendah dan buruh.
Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, semestinya pemerintah memprioritaskan wajib pajak besar terutama yang belum membayar pajak dan juga para pengemplang pajak untuk meningkatkan pendapatan pajak.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pihaknya akan mengkaji mengenai definisi rasio pajak terkait dengan rencana revisi ambang batas PTKP.
"Jadi saya sudah minta kepada DJP (Direktorat Jenderal Pajak) untuk melakukan penelitian mengenai komponen apa saja yang masuk dalam komponen rasio pajak," kata Sri Mulyani ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (19/7) malam.
Sri Mulyani menjelaskan PTKP Indonesia tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN, walaupun pendapatan per kapita Indonesia nisbi lebih rendah dari Thailand, Vietnam, Malaysia dan Singapura.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement