KPK menetapkan Wali Kota Cilegon Tubagus Imam Ariyadi sebagai tersangka kasus dugaan suap sebesar Rp1,5 miliar terkait proses perizinan pada Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Cilegon pada 2017 yaitu untuk memuluskan rekomendasi Amdal (Analisis mengenai dampak lingkungan) mall Transmart.
"Setelah melakukan pemeriksaan maksimal 24 jam dilanjutkan gelar perkara ditemukan bukti permulaan yang cukup dan disimpulkan adanya dugaan tindak pidana pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh Wali Kota Cilegon dan pihak lain. KPK meningkatkan status ke penyidikan dan menetapkan 6 orang tersangka yaitu diduga penerima adalah TIA (Tubagus Iman Ariyadi) selaku Wali Kota Cilegon, ADP (Ahmad Dita Prawira) sebagai kepala Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal kota Cilegon serta H (Hendry) dari swasta," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Sabtu.
KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jumat (22/9) terhadap 9 orang terkait kasus ini, sementara Imam Ariyadi mendatangi kantor KPK pada hari yang sama pada sekitar pukul 23.30 WIB.?
"Diduga sebagai pemberi adalah BDU (Bayu Dwinanto Utomo) selaku project manager PT BA (Brantas Abipraya), TDS (Tubagus Donny Sugihmukti) direktur utama PT KIEC (Krakatau Industrial Estate Cilegon) dan EW (Eka Wandoro) yaitu legal manager PT KIEC," tambah Basaria.
Menurut Basaria, dalam OTT tersebut total KPK mengamankan uang tunai senilai Rp1,152 miliar yaitu terdiri dari Rp800 juta yang berasal dari PT Brantas Abipraya dan Rp352 juta yang merupakan sisa uang Rp700 juta yang berasal dari PT Krakatau Industrial Estate Cilegon.
"Rp800 juta dan Rp700 juta merupakan bagian dari komitmen Rp1,5 miliar untuk wali kota Cilegon dari PT KIEC dan PT BA melalui Cilegon United Football Club agar dikeluarkan perizinan untuk pembangunan mall Transmart. Pemberian dilakukan dalam 2 kali transfer," tambah Basaria.
Transfer pertama Pada 19 September 2017 dari PT KIEC kepada rekening Cilegon United Football Club senilai Rp700 juta selanjutnya pada 22 September dari kontraktor PT BA ke rekening Cilegon United Football sebesar Rp800 juta.
"Dalam OTT kali ini, KPK mengungkap modus operandi yang baru yang menggunakan CSR (corporate social responsibility) perusahaan pada klub sepakbola daerah untuk menerima yaitu Cilegon United Football Club yang diindikasikan untuk menyamarkan dana agar tercatat pembukuan CSR atau sponsorship perusahan yaitu PT BA dan PT KIEC. Diduga hanya sebagian bantuan yang disalurkan kepada Cilegon United football Club," tambah Basaria.
Untuk diketahui, PT Brantas Abipraya adalah BUMN selaku pengembang untuk membangun mall Transmart di lahan milik PT Krakatau Industrial Estate Cilegon yang merupakan anak Perusahaan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
PT Brantas Abipraya pun pernah terjerat oleh KPK yaitu dalam kasus suap kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu. Dalam kasus itu, Direktur Keuangan dan "Human Capital" PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko divonis 3 tahun penjara sedangkan Senior Manager PT Abipraya divonis 2 tahun penjara.
Sebagai penerima Tubagus Imam Ariyadi, Ahmad Dita Prawira serta Henry selaku perantara disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan pihak pemberi yaitu Bayu Dwinanto Utomo, Tubagus Donny Sugihmukti serta Eka Wandoro disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Advertisement