Ahli hukum tata negara Margarito Kamis menyatakan pemeriksaan Setya Novanto dalam penyidikan kasus korupsi dalam pengadaan e-KTP harus dilakukan seizin Presiden Republik Indonesia.
"Tiga pertanyaan doang. Seputar prosedur pemeriksaan terhadap anggota DPR. Itu yang saya jelaskan, harusnya ada izin dari Presiden," kata Margarito yang pada Senin (27/11/2017) datang ke gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta untuk memberikan keterangan selaku saksi meringankan bagi tersangka Setya Novanto.
"Harus, harus. Suka tidak suka begitu. Asal dia berstatus anggota DPR," tambah dia.
Margarito mendasari pendapatnya menggunakan Pasal 245 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3) dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21 Tahun 2014.
Menurut Pasal 245 ayat 1 Undang-Undang MD3, pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis Mahkamah Kehormatan Dewan.
"Untuk memeriksa tersangka menurut keputusan K Nomor 21 Tahun 2014 mesti diperiksa dulu sebagai calon tersangka. Untuk diperiksa sebagai calon tersangka mesti ada izin dulu dari Presiden," kata Margarito.
Ia juga menyatakan bahwa penetapan kembali Novanto sebagai tersangka juga tidak memenuhi prosedur.
"Menurut saya tidak cukup karena sejauh yang saya tahu dia tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka. Karena dia tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka sementara MK mewajibkan dia untuk diperiksa sebagai calon tersangka," tuturnya.
Oleh karena itu, menurut dia, ada celah bagi Setya Novanto untuk lolos kembali di praperadilan. "Iya kemungkinan," kata Margarito.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement