Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tak Inovatif, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Akan Alami Jebakan 5%

Tak Inovatif, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Akan Alami Jebakan 5% Warga beraktifitas di perkampungan kumuh, kawasan pusat bisnis Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (31/10). Bappenas menargetkan angka ketimpangan ekonomi atau gini ratio pada tahun 2018 sebesar 0,38 persen atau turun dari tahun 2017 sebesar 0,393 persen. | Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ekonomi Indonesia akan mengalami pertumbuhan stagnan di level 5% apabila pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan inovatif.

Ekonom senior dan founder CORE Hendri Saparini mengatakan bahwa untuk dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi lebih tinggi sebagaimana yang ditargetkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla maka dibutuhkan kebijakan-kebijakan inovatif. Tercatat, dalam tiga tahun terakhir ekonomi nasional hanya tumbuh stagnan di level 5%.

"Apalagi ekonomi domestik saat ini juga mengalami perubahan cepat mulai dari perkembangan teknologi informasi, internet, robotisasi, hingga perubahan lifestyle masyarakat," katanya di Jakarta, Selasa (28/11/2017).

Hendri Saparini mengatakan bahwa pada 2018 mendatang akan menjadi tahun penuh tantangan karena adanya pegelaran pilkada serentak dan persiapan Pemilu Presiden 2019. Berbeda dengan pilkada serentak tahun 2015 yang hanya digelar di delapan provinsi, cakupan pilkada tahun depan lebih luas meliputi daerah-daerah yang memiliki PDRB terbesar.

"Tanpa adanya kebijakan-kebijakan yang inovatif, CORE memprediksi ekonomi Indonesia di tahun 2018 akan tumbuh marginal di kisaran 5,1%-5,2%. Sementara inflasi tahun depan diprediksi mencapai 3,5% dan nilai tukar berada pada kisaran Rp13.500 per dolar AS.

Ia mengatakan daya dorong pertumbuhan ekonomi dari sisi moneter terhadap pertumbuhan ekonomi tahun depan juga akan sangat minimal. Ia menegaskan bahwa selama ini kebijakan moneter Bank Indonesia lebih banyak bersifat reaktif terhadap perkembangan ekonomi. Apalagi, imbuhnya, tahun depan ruang pelonggaran moneter BI menjadi semakin sempit.

Ditambahkan, pengetatan moneter The Fed yang diperkirakan akan berlanjut tahun depan dan juga rencana pengurangan balance sheet secara bertahap akan memberikan tekanan terhadap rupiah. Kebijakan fiskal Trump yang melakukan pemangkasan pajak korporasi dan pembangunan infrastruktur juga akan mendorong peningkatan ekspektasi membaiknya pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

"Dengan demikian, upaya BI untuk mendorong penurunan tingkat suku bunga kredit perbankan dan meningkatkan likuiditas di pasar domestik menjadi semakin terbatas. Dampaknya, pertumbuhan kredit tahun depan masih sulit untuk mencapai dua digit," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: