Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo mengeritik langkah ratifikasi resolusi kelapa sawit yang dilakukan oleh parlemen Uni Eropa, karena dapat dianggap sebagai sebuah pengkhianatan terhadap bangsa Indonesia.
"Seperti sahabat yang ditelikung dari belakang oleh sahabatnya sendiri. Bagaimana tidak, Indonesia merupakan mitra, sahabat dalam berbagai kerja sama bilateral dan unilateral sejak awal Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri," kata Edhy Prabowo dalam rilis, Kamis (7/12/2017).
Dia menegaskan, resolusi sawit tersebut merupakan isu kampaye hitam yang dilancarkan kepada RI yang merupakan pengeskpor komoditas sawit terbesar di Eropa.
Menurut politisi Partai Gerindra, kondisi itu tentu saja sangat merugikan produksi sawit Indonesia yang di dalamnya banyak terdapat petani kecil.
Edhy juga menegaskan bawha kampanye hitam itu adalah persaingan bisnis agar sawit tidak dimasukkan sebagai bahan baku program biodiesel pada tahun 2020 mendatang, sehingga hal tersebut juga dinilai melanggar konsep perdagangan yang adil yang selama ini dianut Uni Eropa.
Sebagaimana diwartakan, pelaku usaha industri kelapa sawit harus memastikan perusahaan yang dimiliki mereka benar-benar terbebas dari aktivitas deforestasi dalam rangka meningkatkan kualitas komoditas salah satu andalan ekspor Indonesia itu.
"Industri minyak sawit masih merusak dan laporan kami menunjukkan para pedagang tidak mempunyai rencana untuk memperbaikinya," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Bagus Kusuma, dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, Greenpeace International telah mengeluarkan laporan terbaru yang mengungkapkan bahwa para pemasok ke sejumlah merek di dunia masih belum dapat menjamin sawit mereka bebas dari deforestasi.
Ia juga berpendapat bahwa tak satu pun dari perusahaan tersebut bisa membuktikan tidak ada deforestasi dalam rantai pasok minyak sawit mereka, dan menyatakan industri minyak sawit penyebab utama deforestasi.
Bagus menyatakan situasi ini sangat penting bagi hutan Indonesia, karena negeri ini dinilai telah kehilangan jutaan hektare hutan dan deforestasi merupakan ancaman besar bagi hewan langka yang tinggal di sana.
Sebelumnya, anggota Komisi IV DPR RI Taufiq Abdullah menyatakan, Pemerintah Republik Indonesia harus dapat benar-benar mengantisipasi terkait kebijakan diskriminasi terhadap komoditas kelapa sawit nasional yang dilakukan oleh Uni Eropa.
"Sebenarnya permasalahan kelapa sawit ini bukan barang baru bagi kita, dan harusnya itu bisa diatasi bahkan diantisipasi oleh pemerintah," kata Taufiq Abdullah.
Menurut dia, sebagai produsen kelapa sawit seharusnya Indonesia yang bisa mengatur pasar dan bukan sebaliknya diperlakukan komoditasnya dengan kebijakan yang diskriminatif.
Politisi PKB itu juga menyatakan, produksi sawit juga harus ditingkatkan nilai tambahnya agar tidak dilempar begitu saja ke pasar internasional dalam bentuk bahan mentah.
"Harus ada upaya dari negara untuk menciptakan industri-industri olahan, sehingga petani sawit dapat melempar ke pasar dalam harga yang maksimal. Di Indonesia ada industri pengolahan sawit, harganya akan lebih mahal daripada kita ekspor. Bayangkan kita yang memproduksi tapi ketika dilempar ke pasar internasional harus melalui negara-negara yang bukan produsen," katanya lagi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement