Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Boikot Penggunaan Dolar Jadi Cara Ampuh Atasi Krisis Yerusalem?

Boikot Penggunaan Dolar Jadi Cara Ampuh Atasi Krisis Yerusalem? Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Anwar Abbas mengusulkan pengurangan penggunaan Dolar Amerika Serikat dalam transaksi antarnegara guna menekan AS tanpa jalur kekerasan dalam mengatasi krisis Yerusalem yang diklaim Presiden Donald Trump sebagai Ibu Kota Israel.

"Jika Donald Trump tidak mundur soal Yerusalem maka kita perlu meninggalkan transaksi menggunakan Dolar AS secara berangsur. Kita tekan tanpa ada letusan senjata," kata Anwar saat ditemui di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan langkah yang bisa dilakukan di tingkat perdagangan antarnegara adalah dengan tidak menggunakan Dolar AS dalam transaksi. Salah satu contohnya, jual beli Indonesia dan Malaysia langsung menggunakan mata uang masing-masing negara tanpa menggunakan Dolar AS.

Menurut dia, menekan Amerika dengan tidak menggunakan Dolar AS adalah langkah yang jitu. Perlahan ekonomi AS akan tertekan karena kecilnya permintaan dolar sehingga nilainya terus turun. Dengan begitu, Trump bisa mendapatkan tekanan dari banyak sisi, baik luar dan dalam negeri.

Apabila di dalam negeri AS terus mengalami tekanan, kata dia, maka Trump bisa dimakzulkan oleh masyarakatnya sendiri karena tidak puas dengan kepemimpinan tokoh Partai Republik itu.

"Kalau begitu, maka dia akan mendapat tekanan dalam negeri yang sangat kuat. Kalau bisa di-'impeachment'," katanya.

Tinggalkan Dolar Terlepas dari persoalan Palestina, baru-baru ini Bank Indonesia (BI), Bank Negara Malaysia (BNM) dan Bank of Thailand (BOT) menyepakati "local currency settlement framework". Dengan kesepakatan itu masing-masing negara dapat menggunakan mata uangnya masing-masing yaitu Rupiah, Ringgit dan Baht dalam transaksi ekspor dan impor di antara ketiga negara.

"Hal ini jelas memiliki arti positif tidak hanya dalam mempermudah dan memperlancar perdagangan antara ketiga negara tapi juga akan meningkatkan efisiensi karena para pelaku usaha bisa langsung bertransaksi tanpa kurs ketiga dalam perdagangan dan investasi. Ini tentu jelas akan dapat memperkuat stabilitas ekonomi dari masing-masing negara karena tidak lagi tergantung kepada mata uang asing lainnya terutama Dolar AS," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: