Sebanyak 80% proyek yang dimiliki oleh Ciputra Group adalah residensial. Tidak hanya menjadi jago kandang, grup ini juga membidik pasar luar negeri. Berbagai jurus dikerahkan untuk menaklukkan pasar Indonesia dan luar negeri.
Patung emas sepasang pemuda-pemudi yang membawa tas di atas bola dunia berdiri tepat di dekat tangga menuju ruang kerja Ciputra Group di daerah Kuningan, Jakarta. Mereka seperti menyapa semua orang yang beraktivitas di kantor Ciputra Group. Patung pengusaha muda tersebut merupakan salah satu patung yang banyak diletakkan di proyek-proyek besutan Ciputra Group.
Kewirausahaan merupakan salah satu nilai yang diajarkan oleh pendiri Ciputra Group, Ir. Ciputra. Ada tiga hal penting yang menjadi prinsip dasar Ciputra Group, yaitu intregritas, kewirausahaan, dan profesionalitas. Ketiga prinsip dasar tersebut dengan alamiahnya mengalir sampai sekarang meski kepemimpinan perusahaan sudah dipegang oleh generasi kedua. Prinsip tersebut menjadi energi positif dalam setiap langkah perusahaan untuk menggelar proyek-proyeknya, baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Presiden Direktur Ciputra Development, Candra Ciputra, mengamini bahwa ketiga prinsip tersebut sangat dijunjung tinggi oleh perusahaan dalam setiap aktivitas bisnisnya. Ketiga prinsip tersebut tidak usang oleh ruang dan waktu saat ini. Ketiganya berjalan mengiringi bisnis-bisnis properti yang digarap oleh Ciputra Group.
Dalam mengimplementasikan prinsip kewirausahaan, perusahaan selalu dipacu untuk mencetak proyek-proyek properti baru di setiap tahunnya. Candra menyebutkan, paling tidak ada sepuluh proyek baru yang dikerjakan setiap tahunnya. Hal ini dilakukan termasuk saat kondisi pasar properti masih kurang bersahabat seperti saat ini.
Pasar terbesar yang paling dikuasai grup ini adalah residensial. Mayoritas proyek-proyek yang digarap pun residensial. Sekitar 80%—90% proyek yang digarapnya berbentuk residensial, sisanya proyek komersial, hotel, perkantoran, mal, dan sebagainya. Menurut Candra, setiap orang butuh rumah karena rumah merupakan kebutuhan primer. Apalagi, backlog yang ada di Indonesia masih sangat besar. Kondisi ini menjadi peluang yang sangat besar bagi pengembang proyek hunian di Indonesia.
Candra menyebutkan, proyek yang digarap oleh Ciputra tersebar di sekitar 35 kota. Itu menjadi salah satu kekuatan yang dimiliki grup ini jika dibandingkan dengan pengembang properti lainnya. Tidak banyak pengembang yang sudah memiliki proyek di lebih dari 35 kota. Kebanyakan hanya berada di kisaran atau di bawah 10 kota.
Diversifikasi berdasarkan geografis memang menjadi salah satu strategi yang dipilih pengembang properti ini. Salah satu pertimbangannya adalah untuk mengelola risiko perusahaan yang hanya menggarap bisnis properti ini. Apabila terjadi kondisi pasar yang buruk di satu kota, harapannya proyek di kota lainnya dapat menetralisasi dampak buruk tersebut. Candra mengatakan, Ciputra Group menjalankan satu bisnis properti sehingga harus melakukan diversifikasi berdasarkan geografis. Berbeda dengan perusahaan lain yang memiliki berbagai jenis bidang usaha sehingga tidak perlu melakukan diversifikasi geografis.
Apalagi, saat Indonesia mengalami krisis pada tahun 1997. Kondisi tersebut menjadi pelajaran penting bagi grup ini. Perusahaan harus memiliki mesin uang yang berasal dari wilayah geografis lainnya. Oleh sebab itu, selain menggarap pasar di Indonesia, Ciputra juga merangsek pasar-pasar luar negeri. Grup ini sudah masuk ke pasar properti Cina, Vietnam, dan Kamboja. Bahkan, kalau bisa ke depannya akan masuk ke pasar Amerika. Namun, belum menjadi prioritas karena perusahaan melihat negara-negara yang saat ini sudah dimasuki memiliki siklus properti yang berbeda-beda. Artinya, masih bisa diandalkan untuk saling memperkuat bila terjadi pelemahan di wilayah lainnya.
Adapun proyek yang digarap di luar negeri sampai sekarang mayoritas masih residensial. Sebagai pemain yang berasal dari luar negara-negara tersebut, bukan hal yang mudah untuk menarik konsumen di sana. Ada banyak tantangan yang harus ditaklukkan sebagai pemain asing di sana. Candra mengatakan, grup ini tidak terlalu dikenal sehingga butuh usaha yang lebih besar untuk meyakinkan konsumen di sana. Kemudian, jaringan yang dimiliki perusahaan tidak sekuat di Indonesia, baik dengan swasta maupun pemerintah. Oleh sebab itu, butuh usaha yang besar untuk memperkuat jaringan di luar negeri.
Tentunya, tidak ada alasan untuk patah semangat sebelum menang. Melalui perusahaan joint venture, grup ini harus bersaing untuk menjadi besar di luar negeri. Ada beberapa langkah yang ditempuh untuk menjadi pemenang di sana. Pertama, konsep yang ditawarkan harus bagus. Putra Ir. Ciputra ini menandaskan tidak akan bermain di konsep yang semua pengembang bisa lakukan. Oleh sebab itu, harus ada konsep yang unik. “Kekuatan kita adalah township. Kita bikin big township. Nggak semua pemain bisa begitu,” kata Candra.
Pembangunan township membutuhkan lahan yang sangat besar. Tidak banyak pengembang yang membangun di luas lahan 200—300 hektare. Semakin besar lahan, semakin besar pula ketertarikan konsumen, termasuk pejabat setempat, dalam memandang keseriusan pengembang untuk membangun proyek di negara tersebut. Sampai dengan saat ini, grup ini sudah menjual proyek perumahan di Cina. Adapun untuk Vietnam, perusahaan sudah menggarap ke pusat perbelanjaan dan masuk ke bisnis perkantoran.
Di Indonesia, Ciputra tak kalah gesit membidik pasar-pasar properti. Meski kondisi pasar properti masih adem ayem, proyek-proyek baru besutan Ciputra terus dibangun dengan berbagai kemasan. Berbagai inovasi tetap dilakukan untuk merangsang pertumbuhan pasar. Ada keyakinan dari Candra bahwa pasar akan mulai bagus. Namun, pemulihan tersebut mungkin akan terlihat pasca-Pemilu yang akan berlangsung 2019. Dalam kondisi menjelang Pemilu, biasanya tidak ada yang akan membelanjakan uangnya dalam jumlah besar untuk properti. Konsumen berkecenderungan untuk menunggu kepastian pasca-Pemilu. Konsumen lebih memilih untuk wait and see.
“Properti sekarang nggak jelek, tapi nggak se-boom tahun 2013. Mungkin habis 2019 mulai bagus lagi,” kata Candra. Tahun ini, Ciputra Group meluncurkan proyek CitraGrand Cibubur dan Cibubur Central Business District (CBD). Investasi untuk proyek ini sekitar Rp3 triliun. Proyek menawarkan sejumlah keunggulan bagi konsumen. Pengembangan akses dan infrastruktur baru di Cibubur akan menjadikan Cibubur sebagai pusat pertumbuhan baru di Selatan Jakarta. Tentunya ini akan menarik bagi investor karena potensi gain yang masih besar dibanding wilayah lainnya. Hingga saat ini, sudah ada dua klaster dan satu kompleks ruko yang sudah dipasarkan di CitraGrand Cibubur CBD, yakni Cluster Fraser Park, Cluster The Lagoon Residence, dan Ruko Marquette.
Di sisi lain, proyek The Taman Dayu juga merilis Belmond Resort. Produk hunian dengan konsep resor dinilai masih dinikmati oleh pasar. Hal tersebut tercermin dari minat terhadap konsep resor pada penjualan The Saguara Resort yang dikembangkan di Cluster Foothills Gate The Taman Dayu. Proyek lainnya adalah kawasan integrated mixed-use development di pusat perbelanjaan Nagoya City Walk Batam. Ada pembangunan lima menara apartemen, satu menara hotel, dan mal secara bertahap, serta mengembangkan kembali pusat perbelanjaan yang sudah ada. Kawasan baru CitraPlaza Nagoya diproyeksikan sebagai “New CBD” yang akan menjadi destinasi belanja utama sekaligus pusat gaya hidup di kota Batam.
Dalam menjalankan bisnis-bisnis tersebut, Ciputra Group juga tidak melupakan pentingnya untuk memberikan kontribusi kepada negara ini. Grup ini besar karena hidup di negeri ini. Oleh sebab itu, harus ada kontribusi yang lebih besar lagi untuk memajukan negara ini, salah satunya memecah backlog. Pendiri grup menginginkan industri ini berkontribusi kepada Indonesia. Harapannya, suatu saat nanti grup ini bisa berkontribusi membentuk komite perumahan untuk menyelesaikan masalah backlog yang sangat besar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: