Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

INDEF: Struktur Danantara Terlalu Gemuk, Berisiko Hambat Pengambilan Keputusan

INDEF: Struktur Danantara Terlalu Gemuk, Berisiko Hambat Pengambilan Keputusan Kredit Foto: Cita Auliana
Warta Ekonomi, Jakarta -

Danantara resmi mengumumkan jajaran direksi, dewan, dan komite strategisnya serta menunjuk PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) sebagai pengelola operasional. Seluruh BUMN kini berada di bawah kendali Danantara melalui skema inbreng, memunculkan pertanyaan apakah ini merupakan langkah transformasi atau justru ambisi sentralisasi.

Ariyo DP Irhamna, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), menyoroti sejumlah tantangan dalam tata kelola Danantara, terutama terkait Santiago Principles.

Ia menilai independensi Danantara masih minim karena rentan terhadap intervensi politik, sementara transparansi dan akuntabilitasnya juga belum memadai tanpa adanya kewajiban audit independen dan pelaporan publik yang jelas.

“Dari sisi investasi, Danantara lebih fokus pada pengelolaan dividen dan aset BUMN daripada diversifikasi global seperti SWF di negara lain. Selain itu, struktur tata kelolanya dinilai terlalu besar, dengan Dewan Pengawas yang didominasi oleh politisi, berpotensi memperlambat pengambilan keputusan dan meningkatkan risiko konflik kepentingan,” kata Ariyo dalam keterangan yang dikutip Minggu, (30/3/2025).

Dalam keterangan yang sama, Eko Listiyanto selaku Peneliti dari INDEF juga menyinggung sektor perbankan yang harus menjadi perhatian utama. Dia mengingatkan bahwa masuknya bank BUMN ke Danantara bisa memperbesar risiko keuangan, termasuk potensi rush (penarikan dana besar-besaran) oleh nasabah. Pasar pun bereaksi negatif, terlihat dari harga saham bank BUMN yang terus melemah setelah masuk dalam struktur Danantara.

Baca Juga: Indef: Sinkronisasi Kebijakan Pusat dan Daerah Kunci Tarik Investasi di Sektor Tambang

Dia menilai, dari perspektif global, investasi SWF saat ini lebih banyak mengarah ke sektor teknologi, telekomunikasi, energi terbarukan, dan kesehatan. Fokus Danantara yang lebih condong ke infrastruktur dipandang kurang menarik bagi investor asing, sehingga menimbulkan tantangan besar dalam menarik modal global.

“Beberapa akademisi menegaskan bahwa keberhasilan SWF bergantung pada tiga aspek utama yakni legitimasi, strategi investasi, dan tata kelola yang kuat. Contoh sukses seperti Government Pension Fund of Norway dan Temasek di Singapura menunjukkan pentingnya transparansi, independensi, serta strategi investasi jangka panjang,” jelas dia.

Agar Danantara bisa berjalan optimal, INDEF pun merekomendasikan lima langkah utama di antaranya menentukan kriteria pengelola dan dewan pengawas secara jelas, serta melarang pejabat politik aktif untuk menghindari konflik kepentingan, meminimalkan intervensi pemerintah agar Danantara dapat beroperasi secara independen, lalu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, termasuk audit independen dan laporan publik berkala.

Kemudian, membentuk Dewan Etik Independen untuk memastikan integritas tata kelola. Terakhir, mensinkronkan kebijakan dengan regulasi pasar modal, agar investasi tetap sesuai dengan standar global dan melindungi investor.

“Tantangan terbesar Danantara saat ini adalah membangun kepercayaan publik dan pasar. Jika tidak dikelola dengan baik, sentralisasi aset BUMN di bawah satu badan dapat memperbesar risiko sistemik bagi ekonomi Indonesia” ucap Eko.

 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: