Direktur Regional Malaysia, Indonesia, dan Thailand NetApp Weera Areeratanasak mengatakan ada lima tren digital menurut direktur teknologi perusahaan atau Chief Technology Officer (CTO).
"Data saat ini lebih beragam dari sekarang, metadata (data atau informasi yang menyediakan informasi atas satu atau lebih aspek dari data lainnya) akan memungkinkan data untuk secara proaktif memindahkan, mengkategorikan, menganalisis, dan melindungi dirinya sendiri," kata Weera di Jakarta, Selasa (30/1/2018).
Data kini sudah menjadi sebuah sumber daya berharga yang dapat digunakan untuk mendukung bisnis. Bukan hanya sekadar data biasa. Apabila dianalisa dengan baik, data bisa menjadi pertimbangan penting dalam sebuah keputusan bisnis.
Berikutnya, mesin virtual menjadi mesin ridesharing. Dikatakan Weera, mengelola data yang semakin terdistribusi akan semakin cepat, murah, dan nyaman dengan menggunakan mesin virtual dan diprovisi melalui infrastuktur webscale, dibandingkan dengan mesin fisik.
"Hal ini dapat dianalogikan dalam konteks membeli mobil dibandingkan dengan menyewa atau menggunakan ridesharing seperti Go-Jek atau Grab. Jika Anda adalah sesorang yang membawa banyak bawaan setiap harinya, akan lebih masuk akal untuk anda membeli sebuah truk," imbuhnya.
Namun, lanjut Weera untuk orang mungkin hanya membutuhkan salah satu jenis kendaraan dalam satu periode waktu tertentu saja, menjadikannya lebih praktis untuk menyewa.
"Lalu, ada tipe lain yang hanya memerlukan kendaraan untuk bepergian dari titik A ke titik B, hanya sekali jalan, dimana apa pun tipe kendaraannya tidak masalah, hanya perlu kecepatan dan kenyamanan. Untuk tipe ini, layanan ridesharing merupakan pilihan terbaik," terangnya.
Pemikiran yang sama juga berlaku dalam konteks mesin virtual dibandingkan dengan mesin fisik. Perangkat keras yang disiapkan sesuai dengan kebutuhan bisa jadi memerlukan biaya yang lebih besar, tetapi untuk beban kerja yang konsisten dan intensif, berinvestasi pada infrastruktur fisik bisa jadi lebih masuk akal.
Ia mencontohkan sebuah mesin virtual dengan beban kerja beragam yang mendukung cloud bisa jadi seperti halnya menyewa, dimana pengguna dapat mengakses mesin virtual tanpa memilikinya atau tanpa perlu tahu detail-detail terkait mesin virtual tersebut.
"Terlebih lagi, ketika 'masa sewa' berakhir, mesin virtual ini juga tidak akan ada lagi. Mesin virtual yang diprovisi di infrastuktur webscale (yakni, komputasi tanpa server) serupa dengan layanan ridesharing untuk komputasi, dimana pengguna hanya perlu menspesifikasikan tugas yang perlu diselesaikan," imbuhnya.
Yang ketiga, lanjut Weera, data akan bertumbuh lebih cepat dibandingkan dengan kemampuan untuk memindahkannya dan itu tidak masalah. Bukan rahasia bahwa data telah menjadi sangat dinamis dan dihasilkan dalam laju yang tak pernah bisa dibayangkan, yang sangat melebihi kemampuan untuk memindahkan data.
"Namun, daripada memindahkan data, aplikasi dan sumber daya yang diperlukan untuk memproses data perlu dipindahkan menuju data, dan hal ini memiliki implikasi untuk arsitektur baru seperti edge computing, core computing, dan cloud computing. Di masa depan, jumlah data yang dicerna di pusat jaringan atau core, akan selalu lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah data yang dihasilkan di tepian jaringan atau edge," ucapnya.
Keempat, evolusi dari "Big Data" menjadi "Huge Data" yang akan menuntut arsitektur solid state-driven baru seiring pesatnya pertumbuhan akan tuntutan menganalisis sejumlah rangkaian daya yang besar.
"Kita perlu memindahkan data lebih dekat dengan sumber daya komputasi. Presistent memory merupakan hal yang memungkinkan proses komputasi ultra-low latency tanpa kehilangan data dan tuntutan akan latency ini pada akhirnya akan memaksa arsitektur piranti lunak untuk merubah dan menciptakan kesempatan data driven baru untuk bisnis," jelasnya.
Kelima, kemunculan decentralized immutable mechanism dalam mengelola data. Menurut Weera, mekanisme untuk mengelola data dalam cara yang dapat dipercaya, immutable (atau tetap), dan yang betul-betul terdistribusi (tanpa adanya wewenang pusat) akan muncul dan memiliki dampak yang mendalam terhadap data center. Contohnya, aplikasi dalam penggunaan blockchain.
"Mekanisme desentralisasi seperti blockchain menantang pengertian tradisional akan perlindungan dan pengelolaan data. Karena tidak adanya titik kendali terpusat, seperti halnya server-server yang terpusat maka tidak memungkinkan untuk mengubah atau menghapus informasi yang ada dalam sebuah blockchain dan seluruh transaksi tidak dapat diubah," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Dina Kusumaningrum
Editor: Fauziah Nurul Hidayah
Tag Terkait: