Bisnis daur ulang sampah melalui bank sampah dinilai cukup potensial. Hal tersebut diungkapkan Staf Ahli Menteri Koperasi dan UKM bidang Ekonomi Makro Hasan Djauhari.
Ia juga mengatakan bahwa ada sekitar 4.000 bank sampah yang sudah beroperasi dengan mengumpulkan sampah rumah tangga untuk kemudian dipisahkan berdasarkan jenisnya dan didaur ulang menjadi produk craft atau pupuk siap jual.
"Itu nilainya sekitar Rp18 miliar," ungkap Hasan usai membuka kegiatan Focus Group Discussion (FGD) "Bank Sampah Sebagai Entity Bisnis Koperasi" yang diselenggarakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM, Selasa (24/4/2018), di Bogor.
Hasan mengatakan bahwa potensi bisnis bank sampah tersebut dapat dikembangkan menjadi bisnis yang bernilai jual tinggi mengingat banyaknya manfaat yang bisa didapatkan dari sampah yang telah diolah menjadi produk kerajinan ataupun pupuk. Namun, untuk mengembangkan bisnis bank sampah, menurutnya masih perlu dioptimalkan dan dibuat kelembagaan formal dalam bentuk koperasi yang mampu mewadahi bank sampah sebagai entitas bisnis untuk menambah pendapatan masyarakat.
"Jika selama ini bank sampah hanya mengelola sampah anorganik yang jumlahnya hanya sebesar 30% dari total sampah yang ada untuk diolah menjadi berbagai bentuk kerajinan, cendera mata, dan sebagainya maka setelah menjadi Koperasi Bank Sampah, terbuka peluang usaha yang lebih menarik dengan manajemen pengelolaan yang semakin baik," jelasnya.
Pembangunan bank sampah, menurutnya, juga dapat menjadi momentum untuk membina kesadaran kolektif masyarakat untuk memulai memilah, mendaur ulang, dan memanfaatkan sampah karena sampah ternyata mempunyai nilai jual yang cukup baik. Bank sampah yang telah terintegrasi dalam wadah koperasi sudah seharusnya melembagakan dirinya sebagai badan usaha yang dikelola secara profesional layaknya lembaga bisnis berprinsip koperasi.
Sementara itu, Dirjen PSBL3 KLHK Agus Saefudin menjelaskan bahwa peluang bisnis bank sampah dilihat berdasarkan jumlah sampah.
"Tergantung dari kuantitas sampah kita. Karena kita harus mempunyai perhitungan harga-harga sampah itu. Jadi, kalau kita mendirikan bank sampah, nasabah itu komposisinya seperti apa. Misalnya, organiknya 50%, nonorganiknya 50%. Yang akan diolah sampah nonorganik, seperti kertas, plastik, kaleng," jelasnya. Namun, bukan berarti sampah organik tidak berpeluang bisnis, tambahnya, sampah organik juga bisa diolah menjadi pupuk.
Ketua Koperasi Warga Mandiri Delima, Prakoso, dalam kesempatan yang sama juga menjelaskan bahwa anggota bank sampah belum tentu anggota koperasi bank sampah, kecuali dana yang dikumpulkan sudah memenuhi persyaratan iuran anggota koperasi maka anggota bank sampah dapat dinyatakan sebagai anggota koperasi bank sampah.
Saat mendirikan Koperasi Warga Mamdiri Delima, Prakoso mengungkapkan bahwa seringkali pihak kelurahan menegur kegiatan bank sampah lantaran dicurigai menggunakan anggaran pemerintah. Sementara modal awal yang digunakan untuk membangun bank sampah adalah berasal dari iuran anggota.
"Tetapi, kita bertahan, berhasil dan menjadi bank sampah terbaik di 6 kota," ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ning Rahayu
Editor: Fauziah Nurul Hidayah
Tag Terkait: