Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Wilayah Nusa Tenggara Barat Yustinus Habur menyebut isu Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengaturan Tenaga Kerja Asing telah dipolitisasi karena momennya bertepatan dengan tahun politik.
"Isu tenaga kerja asing (TKA) tersebut dipolitisasi karena tahun ini tahun politik," kata Yustinus Habur pada dialog ketenagakerjaan dalam rangka Hari Buruh Internasional 2018 di Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, Selasa (1/5/2018).
Menurut dia, isu politisasi regulasi TKA akan memudahkan pekerja China bekerja di Indonesia sudah berlebihan. Padahal, faktanya jumlah tenaga kerja Indonesia di China mencapai 160 ribu, sebaliknya pekerja berkeahlian dari China di Indonesia hanya 21 ribu orang.
"Jumlah pekerja Indonesia di Singapura juga banyak. Begitu juga di Malaysia yang jumlah penduduknya 30 juta jiwa, ada warga Indonesia yang bekerja sekitar 5,5 juta orang," kata Yustinus.
Dia menambahkan Perpres itu jelas menyatakan TKA yang diperbolehkan adalah yang memiliki keahlian tertentu dan dibawa oleh perusahaan sponsor.
Perusahaan juga wajib meminta izin pemerintah daerah jika memiliki rencana kerja memperkerjakan tenaga asing.
Dengan kewajiban itu semestinya pemerintah daerah menjadi wajib mengecek kebenaran keahlian yang dimiliki tenaga kerja asing yang dibuktikan dengan sertifikat dari lembaga berkompeten. Pemerintah daerah juga harus mengecek tenaga pendamping yang akan mendapatkan alih teknologi dari tenaga asing.
"Setelah semua proses itu dilaksanakan, baru kemudian diserahkan ke Imigrasi. Makanya prosesnya agak lama," kata dia.
Menurut dia, keluarnya Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengaturan Tenaga Kerja Asing juga sebagai jawaban atas nisbi panjangnya birokrasi yang harus dilalui investor hanya untuk mendatangkan tenaga ahli dari luar negeri.
"Kami juga berupaya mendatangkan investor untuk berinvestasi ke Indonesia. Tapi mereka terkadang belum meskipun gaji pekerja relatif murah. Kenapa? Karena alasan keamanan, hukum yang belum pasti serta birokrasi," kata Yustinus.
Untuk menjawab kekhawatiran berbagai pihak mengenai TKA melanggar aturan, pihak imigrasi dan pengawas ketenagakerjaan dari pusat sampai daerah mesti mengawasinya dengan ketat.
"Jangan sampai kecolongan. Itu juga yang saya khawatirkan," tutup dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: