Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tembus Rp14.036, Rupiah Keok Dihantam Luar Dalam

Tembus Rp14.036, Rupiah Keok Dihantam Luar Dalam Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Nilai tukar Rupiah akhirnya tembus ke batas psikologisnya. Data JISDOR Bank Indonesia menyebutkan bahwa nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS pada hari ini, Selasa (8/5/2018), dibuka sebesar Rp14.036 per dolar AS.

Menanggapi hal itu, pengamat ekonomi dari Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, melemahnya nilai tukar Rupiah berasal dari dua faktor yakni faktor luar negeri dan dalam negeri.

Dari faktor global, kata Bhima, prediksi kenaikan Fed Fund Rate (FFR) pada rapat the Federal Open Market Committee (FOMC) Juni 2018 mendatang setelah pengumaman data pengangguran AS sebesar 3,9% membuat para investor berspekulasi.

"Spekulasi ini membuat capital outflow di pasar modal mencapai Rp11,3 triliun dalam 1 bulan terakhir. Spekulasi pasar jelang rapat the Fed membuat sentimen investasi di negara berkembang khususnya Indonesia menurun," kata Bhima kepada Warta Ekonomi di Jakarta, Selasa (8/5/2018).

Kemudian harga minyak mentah juga terus meningkat hingga US$74-US$75 per barel akibat perang di Suriah dan ketidakpastian Perang Dagang AS-China.

"Hal ini membuat inflasi jelang Ramadhan semakin meningkat karena harga BBM nonsubsidi (pertalite, pertamax) menyesuaikan mekanisme pasar. Inflasi dari pangan juga perlu diwaspadai karena harga bawang merah naik cukup tinggi dalam 1 bulan terakhir," katanya.

Sementara faktor dari dalam negeri ialah rilis data perekonomian Indonesia triwulan I 2018 yang hanya 5,06% tidak sesuai harapan investor sehingga mereka bereaksi negatif.

"(Rendahnya pertumbuhan ekonomi) disebabkan konsumsi rumah tangga masih melemah terbukti dari penjualan mobil pribadi yang anjlok -2,8% di triwulan I 2018 dan data penjualan ritel yang turun. Sentimen ini membuat pasar cenderung pesimis terhadap prospek pertumbuhan ekonomi tahun 2018 yang ditarget tumbuh 5,4%," ucap Bhima.

Hantaman terhadap Rupiah semakin menjadi karena permintaan Dolar AS diperkirakan naik pada triwulan II 2018 karena emiten secara musiman membagikan dividen. Investor di pasar saham sebagian besar adalah investor asing sehingga mengkonversi hasil dividen Rupiah ke dalam mata uang Dolar. 

"Sedangkan importir lebih banyak memegang Dolar untuk kebutuhan impor bahan baku dan barang konsumsi jelang Lebaran. Perusahaan juga meningkatkan pembelian Dolar untuk pelunasan utang luar negeri jangka pendek. Lebih baik beli sekarang sebelum Dolar semakin mahal. Ada efek antisipasi penambahan cuti Lebaran terhadap prilaku pengusaha yang borong dolar di pasar meskipun dampaknya kemungkinan kecil ke fluktuasi kurs," ungkapnya.

Lalu yang terakhir, lanjut Bhima, adalah defisit transaksi berjalan tahun ini diperkirakan semakin melebar hingga 2,1% terhadap PDB. Selain karena keluarnya modal asing juga karena defisit neraca perdagangan yang diperkirakan akan kembali terjadi jelang Lebaran karena impor barang konsumsinya naik.

"Karena sebagian besar yang mempengaruhi pelemahan Rupiah bukan sekadar faktor global, tapi juga fundamental ekonomi maka Pemerintah disarankan untuk memperkuat kinerja ekonomi domestik. Pulihkan kepercayaan investor, jaga stabilitas harga baik BBM, listrik maupun harga pangan jelang Ramadan sehingga konsumsi rumah tangga yang berperan 56% terhadap PDB bisa pulih," tandas Bhima.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: