Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersama pemangku kepentingan terkait semakin memperkuat kolaborasi dalam upaya melakukan transformasi ke arah implementasi revolusi industri 4.0 di Indonesia.
Demikian disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Ngakan Timur Antara pada acara Workshop Pendalaman Kebijakan Industri.
“Revolusi industri 4.0 merupakan sebuah lompatan besar di sektor manufaktur, dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi secara penuh. Tidak hanya dalam proses produksi, melainkan juga di seluruh rantai nilai agar meningkatkan kualitas dan efisiensi dalam proses produksi,” kata Ngakan di Yogyakarta, Jumat (31/8/2018).
Salah satu langkah sinergi yang tengah dilaksanakan adalah melengkapi beberapa perangkat teknologi terkini yang dibutuhkan oleh sektor manufaktur nasional guna membangun konektivitas terintegrasi.
Menurut Ngakan, banyak negara mulai menata sektor industrinya supaya mampu menopang kegiatan perekonomiannya secara menyeluruh.
“Jadi, mereka telah menyiapkan diri untuk penerapan revolusi industri 4.0, antara lain melalui konektivitas yang kuat,” ungkapnya.
Oleh karena itu, industri nasional perlu melakukan pembenahan, terutama pada aspek penguasaan teknologi digital yang menjadi kunci utama untuk penentu daya saing dan peningkatan produktivitas di era industri 4.0.
“Misalnya, pemanfaatan teknologi Internet of Things, Big Data, Cloud Computing, Artificial Intellegence, Mobility, Virtual dan Augmented Reality, sistem sensor dan otomasi, serta Virtual Branding,” sebutnya.
Di samping itu, melalui peta jalan Making Indonesia 4.0 yang telah diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada April lalu, pemerintah dan stakeholders telah memiliki pemahaman yang sama dan arah yang jelas dalam memacu pertumbuhan dan daya saing industri nasional di kancah global.
Aspirasi besar yang ditetapkan, yakni menjadikan Indonesia masuk pada jajaran 10 negara dengan perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030.
“Jadi, semua pihak harus bergerak bersama, karena Making Indonesia 4.0 juga merupakan agenda nasional,” tegas Ngakan.
Bahkan, peta jalan tersebut diyakini dapat membangun optimisme yang positif.
“Apalagi, Indonesia memiliki modal besar untuk sukses menerapkan industri 4.0. Setidaknya, terdapat dua hal yang mendukung pengembangan industri di era digital, yaitu pasar yang besar dan jumlah sumber daya manusia yang produktif seiring dengan bonus demografi,” paparnya.
Ngakan menyampaikan, implementasi Making Indonesia 4.0 yang sukses akan mampu mendorong pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil sebesar 1-2 % per tahun, sehingga pertumbuhan PDB per tahun akan naik dari baseline sebesar 5 persen menjadi 6-7 % selama tahun 2018-2030.
“Selain itu, angka ekspor netto kita akan meningkat kembali sebesar 10% dari PDB. Kemudian, terjadi peningkatan produktivitas dengan adopsi teknologi dan inovasi, serta mewujudkan pembukaan lapangan kerja baru sebanyak 10 juta orang pada tahun 2030,” imbuhnya.
Guna mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan tersebut, pada tahap awal implementasi Making Indonesia 4.0, terdapat lima sektor industri yang diprioritaskan pengembangannya untuk menjadi pionir, yakni industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian, industri otomotif, industri kimia, serta elektronika.
“Sektor industri prioritas itu diyakini mempunyai daya ungkit besar dalam hal penciptaan nilai tambah, perdagangan, besaran investasi, dampak terhadap industri lainnya, serta kecepatan penetrasi pasar,” ujar Ngakan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: