Produk Certain Uncoated Paper (CUP) Indonesia berhasil mendapat keringanan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Anti-Subsidi/Imbalan (BMI) dari Amerika Serikat (AS). Sebagian perusahaan Indonesia yang mengikuti peninjauan kembali administratif (Administrative Review/AR) mendapatkan penurunan signifikan marjin subsidi dari 21,22% menjadi 11,71% pada 2015 dan 5,13% pada 2016.
Keputusan ini dikeluarkan Kementerian Perdagangan AS (USDOC) dan dipublikasikan dalam Hasil Akhir Tinjauan Kembali Kewajiban Administratif Antidumping 2015-2016 (Final Result of 2015-2016 Countervailing Duty Administrative Review) untuk produk CUP dari Indonesia pada 9 Oktober 2018. CUP merupakan produk kertas yang digunakan untuk keperluan kantor seperti fotokopi, buku, map, dan brosur.
"Keberhasilan Indonesia dengan perusahaan tertuduh dalam penanganan perbaikan marjin subsidi melalui mekanisme AR tersebut diharapkan mampu meningkatkan nilai ekspor CUP Indonesia ke AS. Keberhasilan upaya itu akan mengembalikan nilai ekspor sebelum dikenakannya BMAD dan BMI sebesar US$225 juta," ujar Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan dalam pernyataan resmi, Senin (22/10/2018).
Sebelumnya, pengenaan BMAD dan BMI menurunkan secara drastis tren nilai ekspor CUP Indonesia ke AS pada periode 2013-2017 sebesar 43,21%, dari US$111,37 juta pada 2013 menjadi US$16,76 juta pada 2017. Penurunan terutama terlihat dari nilai ekspor pada 2015 yang mencapai US$106,15 juta menjadi hanya US$34,76 juta pada 2016.
"Hasil tinjauan kembali itu menunjukkan penurunan marjin subsidi yang signifikan bagi sebagian produsen kertas Indonesia yang mengikuti proses itu, terhadap pengenaan BMAD dan Bea BMI oleh USDOC terhitung mulai 29 Februari 2016," jelas Oke.
Sementara itu, Direktur Perdagangan Pradnyawati menambahkan, proses peninjauan ini akan menilai kembali apakah BMAD dan BMI yang dikenakan sesuai dengan kondisi saat ini.
"Penilaian kembali pemberlakuan BMAD dan BMI dapat dilakukan setiap tahun atas permohonan pihak terkait," imbuhnya.
Lebih lanjut Pradnyawati mengungkapkan, penyesuaian marjin dilakukan karena pihak USDOC memutuskan menerima sebagian besar argumen Pemerintah Indonesia. Saat ini, Otoritas AS menggunakan data dari perusahaan tertuduh setelah sebelumnya menggunakan data dari Malaysia sebagai tolak ukur. Pihak importir dari perusahaan tertuduh nantinya akan menerima pengembalian kelebihan deposit sesuai dengan marjin aktual dalam periode investigasi.
Kerja sama Indonesia dengan perusahaan tertuduh dalam upaya menurunkan marjin subsidi terhadap pengenaan BMAD dan BMI dimulai sejak USDOC menginisiasi AR pada 9 Mei 2017. Dalam upaya menjawab tuduhan subsidi, Indonesia telah berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga, serta pihak perbankan dalam menyusun dan menyampaikan tanggapan kuisioner utama dan empat kuesioner tambahan kepada USDOC sampai pada pelaksanaan verifikasi langsung oleh USDOC pada Mei 2018.
Selain itu, Indonesia telah melakukan pertemuan konsultasi dengan Kementerian Perdagangan dan Investasi (MITI) Malaysia di Kuala Lumpur. Pertemuan ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi terkait harga ekspor kayu untuk produksi kertas Malaysia ke seluruh dunia sebagai pembanding terhadap harga kayu Indonesia yang dinilai tidak sesuai setelah diberi subsidi oleh Pemerintah Indonesia.
Hasil konsultasi dan kajian tersebut kemudian digunakan untuk memperkuat argumen Indonesia dengan menjadikan harga ekspor kayu Malaysia sebagai tolak ukur dalam menentukan marjin dumping dan marjin subsidi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: