Ombudsman RI menemukan tindakan maladministrasi minor atau bersifat kecil di penyidik kepolisian dalam kasus penyiraman air keras kepada penyidik senior KPK, Novel Baswedan.
Anggota Ombudsman, Adrianus Meliala, mengatakan pihaknya menyimpulkan secara proses Polda Metro Jaya terlihat serius dalam melakukan kegiatan penyidikan. Namun secara proses tidak berarti kasus pasti terungkap. Karena itu pihaknya melakukan penyelidikan atas dasar inisiatif dan bukan dari laporan masyarakat, yang dimulai sejak Maret hingga Agustus 2018.
"Soal temuan fakta yang kami temukan, kami mencatat pihak kepolisian sudah melakukan 58 kegiatan yang terekam dalam administrasi penyidikan sejak 11 April 2017 sampai September 2018 yakni, olah TKP, pemeriksaan saksi, pemeriksaan Labfor dan lain-lain. Kepolisian juga mengerahkan 172 personel yang semuanya memperoleh sprin dari berbagai keahlian," ujarnya di Jakarta, Kamis (6/12/2018).
Sebanyak 172 personel itu disebutnya mematahkan anggapan masyarakat yang berfikir polisi tidak serius menuntaskan kasus Novel. Ombudsman menilai 172 personel itu kurang efektif dan masuk ke dalam salah satu catatan maladministrasi. Seharusnya, ke depan polisi lebih profesional dalam memilih anggota kepolisian untuk menangani kasus ini, tidak berdasarkan banyaknya jumlah personil.
"Dikerahkan 172 personil maka pasti secara logis pasti ada kesalahan secara manusiawi pasti ada salahnya, pasti ada kurangnya nah ini maladministrasi yang minor. Jadi bukan salah yang ekstrim tapi karena polisi bekerja dan ada kekurangan. Untuk itu, kita lihat kekurangan," terangnya.
Ia menambahkan, catatan Maladministrasi yang kedua yakni tidak adanya jangka waktu penugasan dalam surat perintah tugas yang dikeluarkan Polsek Kelapa Gading, Polres Jakut dan Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Tidak hanya itu, kurang cermatnya penyidik Polsek Kelapa Gading saat setelah penyiraman air keras. Polisi disebutnya mengabaikan TKP dan fokus mencari keterangan di rumah sakit tempat Novel pertama kali dilarikan ke rumah sakit.
"Terdapat hambatan sebagai berikut, TKP sudah rusak karena kepolisian tidak segera menetralisirkan. Kedua, rekaman CCTV di kediaman Novel disita pihak lain (KPK), lalu tidak ada yang melihat pelaku langsung. Belum didapatnya beberapa petunjuk, dan keengganan Novel untuk bekerja sama dengan penyidik," jelasnya.
Karena itu, Ombudsman lalu memberikan laporan hasil investigasi itu kepada pihak kepolisian yang diterima oleh Irwasda Polda Metro Jaya, Kombes Komarul Jaman. Bahkan menyertakan rekomendasi-rekomendasi di laporan tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Irfan Mualim
Editor: Irfan Mualim
Tag Terkait: