Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menilai perjanjian dagang Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA) akan menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia usaha dalam menggenjot daya saing atau kompetensinya, mengingat negara-negara EFTA memiliki standar yang tinggi.
Sebagaimana diketahui hari ini, Minggu (16/12/2018), Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan para menteri terkait dari negara anggota EFTA (Liechtenstein, Islandia, Norwegia, dan Swiss) telah menandatangani perjanjian dagang dimaksud.
Shinta Widjaja Kamdani, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional, menyatakan bahwa negara anggota EFTA memiliki potensi yang luar biasa sebagai sumber investasi utama, khususnya dalam teknologi tinggi dan kesehatan.
"Kami sebagai perwakilan pelaku usaha sangat mendukung usaha pemerintah dalam meningkatkan daya saing nasional melalui IE EFTA ini. Kadin sangat berharap pemerintah bisa meneruskan momentum yang sangat baik ini dengan segera menyelesaikan proses perundingan IE-CEPA," ujar dia melalui siaran pers, Minggu (16/12/2018).
Skema kerja sama komprehensif ini juga termasuk di dalamnya Deklarasi Bersama untuk pengembangan kapasitas dan kerja sama di sektor promosi ekspor, pariwisata, UMKM, HKI, kakao dan kelapa sawit, pendidikan vokasional, industri maritim, dan perikanan.
"Plus-plus ini penting bagi pelaku usaha Indonesia karena kami mau mengembangkan industri manufaktur, tetapi masih ada kesenjangan SDM antara tenaga ahli yang dibutuhkan industri dengan ketersediaannya. Selain itu, Norwegia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 240 ribu pulau memiliki keahlian yang bisa dibagi dengan kami dalam mengelola sumber daya maritimnya," tambah Shinta.
Negara-negara EFTA dikenal sebagai sumber investasi asing langsung bagi banyak negara. Berdasarkan data BKPM, sampai September 2018, negara-negara EFTA secara agregat merupakan investor terbesar ke-14 bagi Indonesia dengan nilai sekitar US$212 juta dengan 215 proyek investasi. Potensi sektor investasinya, antara lain keuangan dan perbankan (Liechtenstein dan Swiss); telekomunikasi (Norwegia); farmasi, kimia dan plastik (Islandia dan Swiss); ekstraksi pertambangan dan migas (Norwegia); energi panas bumi (Islandia); serta manufaktur dan jasa logistik (Swiss dan Norwegia).
Saat nanti entry into force, produk-produk unggulan Indonesia akan mendapatkan perlakuan khusus, seperti untuk komoditas kelapa sawit, ikan, emas, kopi, alas kaki, mainan, tekstil, peralatan listrik, dan ban. Indonesia juga akan diuntungkan dengan eliminasi bea masuk untuk impor barang modal, bahan baku, dan penolong, sehingga biaya produksi dapat ditekan dan daya saing produk Indonesia pun bisa naik.
Dengan selesainya perundingan ini, kedua negara hanya perlu menyelesaikan legal scrubbing untuk memastikan komitmen IE-CEPA sesuai dengan peraturan perundangan masing-masing pihak dan proses ratifikasi di parlemen.
"Ke depannya kami berharap penyelesaian IE-CEPA menjadi pintu masuk komoditas Indonesia di pasar Eropa yang memiliki standar tinggi, sehingga dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia secara keseluruhan. Selain itu, penyelesaian perundingan ini juga menunjukkan kita mampu menemukan common grounds dengan mitra Eropa yang memiliki standar tinggi, sehingga memberikan momentum yang baik bagi penyelesaian perundingan IEU-CEPA," tutup Shinta.
Perjanjian Indonesia EFTA CEPA merupakan perjanjian ketiga yang diselesaikan selama satu tahun terakhir, setelah Indonesia-Chile CEPA (14 Desember 2017) dan Indonesia-Australia CEPA (31 Agustus 2018).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti