Menghidupkan Sinyal Komunikasi di Teluk Bintuni | Untold Story of Telkomsel
"Saya sempat tenggelam, sempat jatuh ke dalam air di Teluk Bintuni. Padahal, saya tidak bisa berenang."
Selama ini Teluk Bintuni, Papua Barat, dikenal sebagai salah satu wilayah yang memiliki kandungan sumber daya gas alam sangat besar. Banyak orang yang berdatangan ke wilayah ini untuk bekerja di perusahaan-perusahaan liquefied natural gas (LNG).
Perjalanan menuju tempat ini harus melewati medan yang sulit dan kadang ditambah pula oleh gangguan cuaca. Biasanya, rute yang diambil dari DKI Jakarta untuk mencapai lokasi ini yakni jalur udara menuju Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Kemudian dari Makassar lanjut lagi melalui jalur udara ke Bandara Domine Eduardo Osok, Sorong. Perjalanan belum usai. Dari Sorong masih harus melalui jalur udara ke Bandara Babo. Dari Bandara Babo inilah, perjalanan bisa dilakukan melalui jalur darat ke lokasi tujuan atau jalur air dengan menggunakan kapal cepat (speedboat) membelah Teluk Bintuni.
Jika Anda berada di lokasi ini, salah satu hal paling penting adalah jaringan telekomunikasi. BP Berau Ltd pernah kelabakan karena jaringan telekomunikasi di daerah tersebut mati selama berhari-hari.
Warta Ekonomi berkesempatan menemui Surya Diansyah Fitrah yang merupakan Supervisor Radio, Transport, and Power Operation (RTPO) di Telkomsel untuk mengetahui salah satu kisah masyhur tentang perjuangan karyawan Telkomsel dalam menjaga jaringan telekomunikasi di daerah Teluk Bintuni, Papua Barat. Pria asal Makassar ini hampir kehilangan nyawa saat berjuang menghidupkan kembali base transceiver station (BTS) yang mati tersebut.
Bertaruh Nyawa
Surya menjelaskan pihaknya mendapat laporan jika salah satu BTS di Teluk Bintuni mati. Penjaga site BTS yang juga merupakan salah satu kepala desa di wilayah tersebut mengatakan BTS sudah tiga hari mati. Sang penjaga site meminta Telkomsel untuk segera datang menghidupkan kembali BTS tersebut. Dari Telkomsel pusat, ia juga diminta segera turun tangan karena BTS tersebut meng-cover pelanggan korporat yakni BP Berau Ltd.
"Sebenarnya, di Telkomsel ada technical support untuk mengatasi persoalan seperti ini. Hanya saja saat itu technical support sedang dikirim ke daerah lain. Akhirnya, saya yang harus berangkat," katanya kepada Warta Ekonomi di Makassar, beberapa waktu lalu.
Dari kantornya di Sorong, Surya mengatakan lokasi BTS di Teluk Bintuni cukup jauh. Jika ingin ke sana ia harus naik kapal laut selama 16 jam menuju daerah Babo. Dari Dermaga Babo ia harus naik speedboat lagi kurang lebih tiga sampai empat jam untuk menuju lokasi BTS.
"Waktu itu pelanggan sudah marah-marah. Kita sudah di-complain berat karena levelnya sudah sampai ke high management," ujarnya.
Pria asal Makassar ini menjelaskan tidak memiliki firasat buruk sama sekali saat perjalanan menuju BTS. Ia mengatakan cuaca di Papua Barat sedang cerah. Ketika sampai di Babo pun, cuaca masih terlihat sangat biru berawan. Dalam perjalanan tersebut ia membawa dua buah modul seberat 20 kilogram. Perjalanan dari Sorong ke Babo berjalan lancar.
Akan tetapi, saat perjalanan dari Dermaga Babo menuju lokasi BTS dengan menggunakan speedboat tiba-tiba cuaca berubah mendung. Pengemudi memacu speedboat lebih cepat agar tidak terjebak hujan. Surya mengatakan dirinya mulai khawatir terhadap keamanan perangkat dan juga dirinya. Jika terjadi apa-apa terhadap modul yang dibawa maka ia tidak bisa menghidupkan kembali BTS karena tidak membawa perangkat cadangan. Apalagi, ia pergi menuju BTS seorang diri.
"Tiba-tiba turun hujan deras sekali. Ketika kita sampai di depan dermaga LNG itu pertemuan antara laut dengan sungai, air sangat berombak. Di tempat itu juga banyak buaya muara. Di sana perahu kami terhempas. Wah, saya panik. Pikiran saya aduh mati, tenggelam sudah. Kan, saya tidak bisa berenang mas," tuturnya.
Beruntung, Surya memakai pelampung sehingga dirinya tidak tenggelam. Ia berenang ke tepian dan berhasil selamat. Speedboat pun tidak sampai terbalik penuh sehingga satu modul berhasil selamat, sedangkan satu modul lain jatuh dan tenggelam ke dalam air. Satu modul ini masih bisa untuk menghidupkan kembali BTS.
Menghidupkan Kembali BTS
Lokasi BTS yang mati tersebut berada di daerah Saengga. Sesampai di Saengga, ia masih harus naik ojek. Proses penggantian modul sendiri hanya membutuhkan waktu dua jam.
"Alhamdulillah, modul yang tersisa tidak rusak sehingga masih bisa dipakai. Bayangkan, jika satu modul yang tersisa itu rusak dan yang satu tenggelam. Aku ganti modulnya dan kemudian BTS on air lagi," sebutnya.
Ketika modul kembali hidup, ia mendapat ucapan terima kasih dari warga Teluk Bintuni. Kepala desa yang juga penjaga site secara khusus memberi ucapan terima kasih kepadanya. Surya merasa perjalanan panjang dari Sorong menuju lokasi BTS terbayar tuntas dengan melihat kebahagiaan warga Teluk Bintuni yang kembali bisa menikmati sarana telekomunikasi.
"Saya juga mendapat pesan jika karyawan BP Berau Ltd menyampaikan ucapan terima kasih," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: