Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

IdEA Minta Kemenkeu Kaji Ulang PMK 210

IdEA Minta Kemenkeu Kaji Ulang PMK 210 Kredit Foto: Tanayastri Dini Isna
Warta Ekonomi, Jakarta -

Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA) meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengkaji ulang keputusan atas terbitnya Peraturan Menkeu 210/PMK.010/2018 (PMK 210) mengenai Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melaui Sistem Elektronik. IdEA juga berharap Kemenkeu melakukan studi lebih lanjut sekaligus berdiskusi lagi dengan para pelaku industri e-commerce.

Ketua Umum idEA, Ignasius Untung, mengatakan, pihaknya telah melakukan finalisasi studi kecil terhadap pedagang dan pelaku marketplace. Studi itu memperkirakan dampak dari regulasi Kemenkeu terhadap para pedagang di marketplace.

"Per hari ini kami sudah finalisasi studi kecil terhadap pedagang dan pelaku marketplace, dampak untuk mereka bagaimana? Opsi lainnya apa?" ujar Untung di Jakarta, Senin (14/1/2019).

Di kesempatan yang sama, idEA juga mengajak pihak Kemenkeu untuk berdiskusi dengan para pelaku industri e-commerce, sebelum aturan itu diberlakukan pada 1 April mendatang. IdEA sendiri audah mengirimkan permintaan untuk diskusi melalui surat ke Kemenkeu.

"Sudah kirim surat ke Kemenkeu untuk berdiskusi. Sebelumnya, ada 6 perwakilan (di luar idEA) pelaku usaha diundang oleh Bu Sri Mulyani dan dijanjikan ketemu lagi untuk diskusi lebih lanjut," ungkap Untung.

Adapun, alasan idEA meminta agar Kemenkeu mengkaji ulang PMK 210, yakni:

1. Mayoritas pelaku UMKM masuk ke kategori mikro

Dalam PMK 210, pedagang di marketplace diwajibkan untuk menginformasikan NPWP kepada penyedia platform. Bila belum memilikinya, pedagang bisa mendaftarkan diri melalui aplikasi Dirjen Pajak atau oleh platform marketplace. Selain itu, pedagang bisa juga melaporkan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

"Secara normatif, kami setuju tetapi sepertinya caranya sulit. Dari survei kami, penjual di marketplace ini 80% pengusaha mikro. Kalau separuh penjual merasa direpotkan karena syarat NPWP itu dan meninggalkan marketplace, berarti kan hanya tersisa 40% persen penjual. Kalau ada 4 juta pelaku usaha di satu marketplace, berarti rontok jadi 1,5 juta, itu yang kami khawatirkan," papar Untung.

Berdasarkan studi idEA pada 1765, pelaku UMKM di 18 di Indonesia terdiri dari 80% yang masuk ke kategori mikro, sedangkan 15% berkategori kecil, dan 5% masuk kategori usaha menengah. Dengan begitu, kemungkinan 80% dari pelaku UMKM masih harus membersarkan usahanya, serta menguji model bisnisnya.

"Fokus pelaku usaha kategori mikro ini membangun bisnis yang sustainable, supaya bisa mempertahankan konsistensi usaha. Baru selanjutnya memiliki NPWP," kata Untung lagi.

2. Bersaing sambil menunggu kesetaraan dengan media sosial

Keberadaan marketplace lokal yang relatif taat aturan karena memenuhi segala persyaratan usaha yang ditetapkan oleh pemerintah bisa terancam dengan keberadaan PMK 210. Pemberlakuannya dinilai dapat mendorong pedagang untuk pindah ke media sosial dalam memasarkan badang mereka, karena merasa lebih minim kontrol dari marketplace.

Ketua Bidang Ekonomi Digital, Bima Laga, menambahkan, pihaknya pernah diundang pihak DJP, Pak Robert, ia sampaikan kalau aturan ini (PMK 210) dikeluarkan, keluarnya harus bersamaan dengan aturan pajak media sosial.

"Kalau aturan e-commerce keluar lebih dulu, sedangkan aturan media sosial belum, ada distorsi yang muncul antara platform marketplace dan media sosial."

Untung juga mengatakan, jika hal itu terjadi maka tidak ada kesetaraan antara marketplace dan media sosial. Platform e-commerce lokal pun berisiko kalah saing dengan media sosial yang digunakan untuk berjualan para pelaku usaha.

"Kalah bersaing karena strategi sudah jadi risiko bisnis, tapi kalau karena tidak ada kesetaraan itu sangat disayangkan, padahal platform lokal mendorong peningkatan ekonomi ketimbang platform media sosial yabg dimiliki asing," tegas Untung.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: