Kontrak pengelolaan Hutchison Ports Indonesia (HPI) di Terminal Peti Kepas (TPK Koja) telah berakhir pada 18 Oktober 2018 lalu. Kontrak perusahaan asal Hongkong itu dengan pelabuhan peti kemas Jakarta International Container Terminal (JICT) pun akan habis pada 27 Maret 2019. Mengingat hal itu, pekerja pelabuhan yang tergabung dalam Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI) mendukung Pelindo II untuk menegakkan tata kelola pelabuhan yang baik.
Ketua Umum FPPI, Nova Sofyan Hakim mengatakan, tata kelola pelabuhan yang baik itu yang beorientasi kepada aturan PerUndang-Undangan. Dia mengingatkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengeluarkan hasil Audit Investigatif kasus perpanjangan kontrak JICT pada 6 Juni 2017. Hasilnya terdapat penyimpangan dan pelanggaran aturan yang saling terkait diantaranya perpanjangan kontrak JICT tanpa izin konsesi pemerintah, tanpa tender, tanpa RUPS dan tidak dimasukkan dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP).
Audit investigatif itu telah diserahkan kepada aparat penegak hukum dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tanggal 17 Juli 2017. Hasilnya ada indikasi merugikan negara senilai minimal Rp 4,08 triliun. Selain itu, hasil audit investigatif mengindikasikan bahwa akan jauh lebih menguntungkan bagi Pelindo II dan negara apabila JICT dikelola sendiri, 100% Indonesia.
“Sebagaimana Pelindo III yang tidak memperpanjang kontrak Dubai di Terminal Petikemas Surabaya,” ujar Nova, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (16/1/2019).
Sebelumnya, pada 1 Desember 2015, BPK juga menerbitkan hasil audit Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) kasus perpanjangan kontrak JICT. Menurut kesaksian anggota BPK Achsanul Qosasih dalam rapat Pansus DPR tentang Pelindo II pada bulan Desember 2015, terdapat beberapa pelanggaran aturan, namun Hutchison bisa lanjutkan kontrak dengan memenuhi kekurangan pembayaran. Seharusnya permintaan audit PDTT diperuntukkan bagi rencana perusahaan yang tercantum dan tidak kontradiktif dengan audit investigatif yang bersifat final atas permintaan Pansus DPR tentang Pelindo II.
“Jangan sampai audit PDTT yang terindikasi sebagai hasil pemufakatan pihak-pihak tertentu dan kontradiktif dengan audit investigatif BPK dijadikan dasar hukum perpanjangan kontrak JICT oleh Pelindo II,” pinja Nova.
FPPI pun mengingatkan Direktur Utama Pelindo II yang saat ini menjabat Elvyn G Masassya, agar sangat berhati-hati dan tidak akan gegabah dalam memutuskan perpanjangan kontrak JICT dengan berpijak pada audit PDTT yang cacat hukum dalam proses permintaannya dan berlawanan dengan hasil audit investigatif BPK. Mereka percaya bahwa KPK akan terus bekerja serta tidak akan membiarkan kasus perpanjangan kontrak JICT jalan di tempat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Vicky Fadil